Oleh Ersis Warmansyah Abbas (Dosen pada FKIP Unlam Banjarmasin dan Penulis Buku)
APABILA kita mengucapkan atau menuliskan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang digunakan dalam berbahasa dinamakan kata. Kata adalah pernyataan dari pengertian atas sesuatu, namun berbeda dengan pengertian. Maksudnya?
Pengertian ada dalam pikiran dan kata ‘pengambarkan’ pengertian. Mengerti sesuatu berarti ‘menangkap’ sesuatu itu; membentuk gambaran tentang sesuatu. Gambaran sesuatu yang dipahami disebut konsep. Konsep disimpan di memori (otak). Kita tidak akan pernah mampu menyimpan mesjid Istiqlal di Jakarta, Ka’bah di Mekah atau mesjid Nabawi di Madinah, namun pengertian, konsepnya mudah saja disimpan di memori. Begitu pula triliunan konsep lainnya.
Kalau dipahami, sejak kita mampu memahami sesuatu, sungguh sangat banyak konsep yang telah disimpan di memori sepanjang kehidupan. Tidak usah dihitung sebab tidak akan cukup waktu untuk menghitungnya, dan konsep bertambah dan terus bertambah, bahkan bisa pula bergeser pemaknaanya. Rumah otak adalah timbunan konsep, jagat raya pemahaman. Tidak terhingga. Karena begitu banyaknya kita tidak akan pernah mampu mengingatnya.
Konsep-konsep tersebut, dengan bantuan ‘kerja otak’ yang luar biasa bisa saling berkoneksi tanpa batas. Bisa dirangkai, digabungan, dipilah, atau diapakan begitu. Terserah maunya saja. Yang perlu diingat, sekali lagi, pada setiap kata terkandung konsep. Itu esensinya.
MERNGKAI KATA
Menulis secara sederhana bisa diartikan merangkai kata dalam arti ‘kata’ doang. Tetapi, merangkai apa yang ada dibalik kata, alias ‘merangkai’ makna kata hingga menjadi kalimat bermakna, alinea bermakna, menjadi tulisan bermakna itulah sesungguhnya hakikat menulis.
Dalam menulis, kita memilih diksi, tetapi bukan memilih kata dalam artian ‘kata’, tetapi makna kandungannya. Karena itu perlu diperhatikan faktor tempat dan fungsi kata. Paham-pahamilah tentang term.
Banyak orang mengeluh mandek menulis, susah menulis, ejakulasi dini menulis alias menulis beberapa baris selesai sudah. Buntu. Kalau mau jujur sebenarnya wajar hal tersebut manakala pemahaman tentang sesuatu yang disimpan di memori, tidak sebagaimana seharusnya. Alias, konsep-konsep yang disimpan tidak mantap atau benar ‘menurutnya saja’ sehingga ketika ditulis, dirangkai, tidak cocok; centang-prenang, aneh, dan membingungkan.
Ambil misal konsep dalam kata seronok. Seronok berarti: menyenangkan hati, sedap dilihat (didengar dan sebagainya); menyeronokkan berarti menimbulkan rasa seronok (KBBI, 1988: 828). Ketika saya menulis tulisan ‘Menulis Seronok’ banyak orang memahami terbalik. Kenapa? Dipahami sebagai jorok. Jorok simpanan konsepnya.
Banyak konsep yang disimpan ‘aneh-aneh’, terlepas telah menjadi taken for granted. Bagaimana tidak keliru: Apa nasi sudah masak Bu? Apa air, apa ledeng di rumah jalan? Apa absensi sudah ditandatangani? Kekeliriun pemaknaan kata mengakibatkan susah menulis. Merangkai kekeliruan kata wajar menjadi keliru kalimat atau kalimat keliru.
KALIMAT LUCU
Muggkin ada pembaca tulisan saya yang bosan membaca contoh seputar absensi, air mengalir, ledeng berjalan, dan sebagainya. Bagi saya hal tersebut sangat penting sebab bukan saja bisa jdi berawal dari kesalahan pemahaman kata, tetapi juga bisa bertumpangtindih dengan kekeliruan logika. Akibatnya kalimat yang ditulis susah dimengerti. Bisa-bisa membuat pembaca muntah.
Nasi adalah beras yang ditanak kalau dimasak (lagi) emang mau bikin bubur? Emang air berkaki? Air benda cair merekam konsep mengalir. Kalau ledeng terbuat dari pipa atau besi, berjalan sekeliling kota, berparade, apa ngak bikin geger? Apa tidak terlalu dongok guru atau dosen yang memerintahkan pelajar menandatangani ketidakhadiran (absensi) bagi yang hadir (presen)? Renungkan Bro.
Karena itu, kalau ingin merangkai kata menjadi kalimat bermakna, perhatikan konsep dalam kata tersebut. Kita akan kesusahan memilih diksi, menempatkan kata sesuai fungsinya pada kalimat kalau konsepnya tidak tepat. Kalimat bisa jadi lucu atau susah dipahami.
Menulis bukan sekadar menjejar kata-kata, bukan hanya merangkai kata-kata, tetapi menautkan makna di dalam kata-kata, menyambunpadukan esensi pemaknaan, makna kandungannya. Kalimat tidak bermakna adalah kalimat sampah.
Mari-mari merangkai kata yang kita pahami maknanya. Menulis, menulis, dan terus melatih menulis kata-kata dari maknaan konsep hingga lancar menulis, mudah dipahami, dan bermakna. Mari, mari, mari …
Bagaimana menurut Sampeyan?
Comments 15