Oleh Dr Cecep Darmawan (Dosen pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia)
Meskipun Pemilu Presiden 2014 masih cukup lama, wacana pemunculan calon presiden pascakepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono sudah mengemuka. Sederet nama bermunculan, Ani Yudhoyono, Puan Maharani, Aburizal Bakrie, Sri Mulyani, Prabowo Subiyanto, Sjafrie Sjamsoeddin, dll. Memang tidak ada larangan bagi parpol untuk mengusung siapa pun sebagai calon presiden 2014, selama sesuai dengan mekanisme demokrasi.
Yang menarik adalah kemunculan nama Ani Yudhoyono dan Puan Maharani. Banyak kalangan menilai, kemunculan keduanya karena posisi kekerabatan. Ani Yudhoyono sebagai istri Yudhoyono dan Puan Maharani sebagai putri Megawati-Taufiq Kiemas. Seolah kelebihan yang dimiliki kedua sosok tersebut selalu dibayang-bayangi trah politik. Mungkin juga publik menilai seakan terjadi politik dinasti dalam diskursus ini. Bagaimana fenomena ini ditinjau dari sudut pandang ilmu politik dan demokrasi?
Dalam kajian politik dan demokrasi, tangga kekuasaan dapat diraih seseorang dengan berbagai cara, termasuk memanfaatkan simbol-simbol tradisional dan isu primordial. Pada masyarakat politik yang belum banyak menganut budaya politik partisipan, simbol tradisi dan isu primordial akan sangat signifikan memengaruhi preferensi publik dalam menentukan pilihan politiknya. Sebaliknya, pada masyarakat politik yang didominasi budaya politik partisipan, preferensi politiknya lebih dipengaruhi pilihan rasional sebagaimana teori rational choice.
Secara alamiah, tiap zaman akan melahirkan pemimpin yang sesuai dengan zamannya. Ada tiga kepemimpinan dalam masyarakat, yakni kepemimpinan tradisonal, kharismatik dan legal-rasional. Kepemimpinan politik yang kharismatik selalu saja muncul tanpa diduga. Ia akan muncul sesuai dengan momentum yang dibutuhkan. Sekali pun begitu, kekharismaan seseorang bukanlah karena keturunan, kepintaran, atau ketampanan, melainkan lebih karena anugerah dari Allah SWT. Keberadaan kepemimpinan kharismatik diakui secara teori ataupun empiris.
Terkait dengan kepemimpinan politik, banyak mazhab dalam kajian sosiologi politik. Terjadi perdebatan apakah seseorang menjadi pemimpin itu karena hereditas atau keturunan ataukah pemimpin itu dilahirkan oleh kondisi tempat ia tumbuh dan berkembang. Di antara dua arus kuat ini, terdapat pandangan bahwa kepemimpinan seseorang bisa diperoleh dari keturunan sekaligus dari lingkungan yang membesarkannya. Mungkin itu sebabnya, mengapa dalam dunia politik di beberapa negara, anak presiden bisa jadi presiden. Contohnya, kemunculan George Bush Jr. sebagai Presiden AS, tidak jadi masalah politik di AS.
Kemunculan istri presiden dalam dunia politik bukanlah hal baru. Hillary Clinton, meski belum berhasil menyaingi Obama, publik AS sangat objektif menilai Hillary Clinton dan bukan karena suaminya mantan Presiden AS. Atas dasar referensi itu, dalam dunia politik tidak dikenal politik dinasti. Yang ada adalah kompetisi politik berdasarkan kapasitas dan kapabilitas seseorang.
Bangsa kita tidak boleh mengalami defisit pemimpin. Parpol dan elemen bangsa lainnya mesti serius melakukan pengkaderan sehingga melahirkan calon pemimpin masa depan yang lebih banyak dan bervariasi. ***
Comments 731