Oleh Makhasin, S.Pd —Juara Harapan, Lomba Penulisan Artikel Pendidikan ISPI 2011—
Pesatnya perkembangan teknologi dan komunikasi semakin memudahkan manusia dalam menjalankan berbagai aktifitas demi menunjang kehidupannya agar lebih baik dari sebelumnya. Dunia pendidikan pun terkena imbasnya juga, proses pembelajaran menjadi lebih ringan dengan adanya berbagai kecanggihan teknologi dalam menunjang aspek pendidikan.
Di lain sisi, kemajuan teknologi tidak serta merta menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi dalam dunia pendidikan. Salah satu rendahnya kualitas pendidikan kita dipengaruhi oleh rendahnya kualitas guru sebagai tenaga pendidikan. Ada tiga syarat utama yang harus diperhatikan dalam pembangunan pendidikan agar dapat berkontribusi terhadap peningkatan kualitas sumberdaya manusia, antara lain: (1) sarana gedung, (2) sumber yang berkualitas, (3) guru dan kependidikan yang profesional (Mulyasa, 2008).
Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dicantumkan prinsip profesionalitas guru : (1) Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; (2) Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; (3) Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; (4) Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; (5) Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalannya; (6) Memperoleh penghasilan yang sesuai dengan prestasi kerjanya; (7) Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; (8) Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya; dan (9) Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) merupakan lembaga yang bertanggung jawab mengemban tugas untuk menyiapkan calon tenaga pendidik. LPTK hendaknya membekali calon pendidik dengan berbagai ilmu tentang dunia pedidikan dan pemahaman Islam yang benar. Dengan begitu sosok sarjana pendidikan ketika mengajar tidak canggung dan dapat membekali anak didiknya dengan nilai–nilai agama Islam sesuai dengan pemahaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa salam dan para sahabatnya. Dikhawatirkan apabila LPTK tidak mampu menghasilkan tenaga pendidik profesional sesuai dengan kompetensi akademik dan profesional, maka hal ini akan mempunyai dampak yang luas terhadap mutu pendidikan di negara kita. Oleh sebab itu, LPTK harus berbenah kembali untuk menangani tugas utamanya yakni menyiapkan tenaga kependidikan yang handal dan juga religius. Kalau tidak LPTK akan kehilangan jati dirinya.
Menyandang gelar “sarjana” seringkali dikaitkan dengan daya tawar yang tinggi didunia kerja, juga tentunya membuat orang lebih disegani. Seiring kemajuan zaman memang diperlukan sarjana dibidangnya masing-masing untuk menjawab tantangan sekaligus meraih peluang kerja, bahkan yang sudah bekerja dituntut kuliah lagi walau kadang hanya untuk penyesuaian golongan/pangkat, ya… begitulah kenyataannya. Hal tersebut akan bernilai plus bila diikuti dedikasi yang tulus, dan sama – sama harus diperoleh dengan perjuangan serta pengorbanan, tetapi ada perbedaan antara bergelar dan berdedikasi. Jelasnya dedikasi tidak bisa dibeli sedangkan gelar bisa dibeli, sifatnya cenderung sosial dan muncul dari hati nurani. Semua merupakan karunia Allah yang tidak serta merta yang harus terus dimotivasi, dikembangkan serta pembiasaan.
Apakah gaji yang besar gaji dan tunjangan yang diperoleh seorang sarjana pendidikan bisa mengaplikasikan ilmunya dibidang pendidikan? Sebuah pertanyaan yang kadang terbetik dalam hati seorang sarjana pendidik, manakala terjun dalam dunia pendidikan. Hal itu memang tidak mengherankan, karena dalam kurun waktu ke belakang peran seorang pendidik masih kurang diperhatikan. Sungguh, bukanlah besarnya gaji atau tunjangan yang nantinya diperoleh saat seorang sarjana pendidikan terjun dalam dunia pendidikan, akan tetapi seberapa besar panggilan jiwa mereka untuk berdiri di depan kelas, berdiri ditengah para siswa yang beraneka ragam dan berdiri memberikan segala ilmunya dengan tulus dan ikhlas.
Sosok sarjana pendidikan sudah semestinya dalam jiwanya terpatri untuk memajukan pendidikan, memiliki visi – misi mengantarkan anak didiknya agar lebih baik dalam agama, intelektual maupun sosial. Peran pendidik seperti inilah yang diharapkan, bukan mental yang hanya mengharap imbalan bulanan yang tidak mampu bertahan ketika menghadapi kenakalan anak didiknya yang semrawut hingga membuat dahi bekerut. Imbalan bulanan bukanlah faktor penentu kesungguhan mendidik, meskipun gaji yang diterima tidak mencukupi dapat mengganggu dalam mengemban visi misinya tersebut. Gaji yang besar pun tidak menjadi faktor utama jika tidak diimbangi dengan kuatnya komitmen dan totalitas dalam mendidik.
Sarjana pendidikan yang akhirnya kelak menjadi guru haruslah mencintai pekerjaannya, menyayangi anak didiknya. Selain itu, ketika ia mengajar ada panggilan jiwa serta dengan tetap menanamkan keislaman ke dalam dada setiap anak didiknya. Manakala ada kata kotor pernah didengar anak didiknya dan meninggalkan kesan yang kurang bermakna bagaimana mungkin ia bisa menanamkan nilai moral dan ilmu. Sikap lemah lembut dan mampu mengelola emosi merupakan bekal yang harus dimiliki sebelum ia mengajar. Maafkanlah setiap kesalahan anak didik kemudian doakanlah mereka Insya Allah apa yang diharapkan kelak dapat terwujud.
Hampir semua guru berkeinginan untuk mencintai anak didiknya begitu juga sebaliknya. Kenyataanya, tidak semua guru berhasil melaksanakannya meski sudah menggunakan berbagai cara dan metode. Hal ini terjadi karena (1) guru tidak mampu membahasakan cintanya, sehingga sinyal–sinyal cinta itu tidak tertangkap oleh siswa, (2) guru tidak menyiapkan hatinya dengan baik sehingga kurang sabar ingin melihat respons cinta dari siswa (Abdullah Munir : 2007). Ini semuanya merupakan hal – hal yang harus diketahui oleh sosok sarjana pendidikan sebelum mendedikasikan dirinya di dunia pendidikan. Guru ketika mendidik yang dilandasi dengan cinta akan membuahkan kepercayaan masyarakat kepada guru juga terhadap sekolah. Sehingga anak didik akan tumbuh sifat – sifat positif misalnya percaya diri yang tinggi dan pantang menyerah. Jika respons masyarakat itu baik, image sekolah pun akan meningkat. Siswa pun akan lebih berminat untuk masuk ke sekolah tersebut. Kepercayaan yang sudah terbangun hendaknya terus dipertahankan dan ditingkatkan.
Sosok sarjana pendidikan hendaknya memiliki pemahaman keislaman yang benar, mengenalkan nilai–nilai Islam tentang pergaulan kepada anak didiknya kelak. Dengan pemahaman Islam yang benar, Insya Allah pendidikan di Indonesia akan lebih meningkat lagi. Disamping itu hadirkan anak didik dalam doa kita, misalnya ketika shalat malam ( qiyamullail ).
Seorang guru janganlah segan untuk meluangkan waktu dan perhatian bagi mereka. Bila mereka berprestasi, berilah mereka hadiah khusus dengan penuh sukacita dan membuat hati siswa tersanjung. Membantu mereka dengan memberikan “kunci” atau “kail” yang dapat digunakan anak didik untuk menyelesaikan masalah, bukan dengan langsung terjun menyelesaikan masalah tersebut. Mendidik merupakan pekerjaan yang berat yang menuntut komitmen dan konsistensi yang tinggi. Jika guru tidak mencintai profesinya maka akan mudah jenuh dan akan mudah untuk banting setir.
Oleh karena itu, sosok pendidik hendaknya senantiasa menikmati pekerjaanya sehingga ia dapat istiqamah dalam mendidik siswa. Allah ‘Azza wajalla sudah menjanjikan kemuliaan dan pahala yang melimpah kepada seorang pendidik. Mendidik merupakan amal jariyah yang Insya Allah pahalanya akan tetap mengalir walaupun kita sudah meninggal. Kekayaaan guru sifatnya immaterial (non fisik), yaitu kekayaan sebagai bekal untuk menjalani kehidupan akherat kelak. Itulah sebaik – baik kekayaan yang kelak dimilikinya di akherat.
Pesatnya perkembangan teknologi dan informasi sekarang ini menuntut seorang pendidik untuk tidak ketinggalan jaman. Teknologi yang ada dapat dipergunakan untuk mempermudah ketika proses pembelajaran berlangsung dikelas juga mempermudah dalam menyelesaikan pekerjaan guru. Hal–hal yang bersifat abstrak menjadi lebih mudah dipahami oleh siswa.
Semoga Pemerintah pemegang kebijakan benar-benar peduli pendidikan anak bangsa terlebih dipelosok, sebagaimana dilakukan Jepang setelah bom Nagasaki dan Hirosima lebih memprioritaskan pendidikan, baik kesejahteraan guru juga sarana prasarana sekolah. Ingat dedikasi, ingat semboyan tuwuri handayani.
Daftar Pustaka
Mulyasa, E. 2008. Menjadi Guru Profesional, Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya
Munir, Abdullah. 2007. Spiritual Teaching. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani
Undang-undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Yogyakarta: Pustaka Yustisia
http://susilofy.wordpress.com/2011/01/12/peranan-guru-dalam-administrasi-sekolah/
Comments 892