Sarjana Pendidikan Tanpa SK Pegawai
Sunday, 21 August 2011 (11:10) | 559 views | Print this Article
Oleh Idrus Bin Harun —-Pendidik di SDN 48 Banda Aceh, Jl Rama setia. Deah Glumpang Banda Aceh
dan bergiat di Komunitas Kanot Bu—-
Belikan es krim mewah di toko swalayan
Bangkitkan selera hidup orang kampung
Bawalah perubahan tatakrama orang pendidikan
Dalam jamuan makan siang
Kita adalah tinta-tinta
Yang siap menandatangani kontrak sosial
Ijazah-ijazah palsu dan proyek fiktif
Atau kita belajar lagi menyesuaikan harga diri
Dengan selembar materai pada surat lamaran
Dan calon istri kita akan bangga
2009.Banda Aceh
‘resiko’ menjadi seorang sarjana idealnya adalah bukan pada seberapa besar kemampuannya merubah kondisi sosial, tapi pada seberapa besar keinginannya untuk terjun ke praksis dalam kehidupan. Berjuang di lini terdepan seperti pahlawan dalam pengertian dalam paling modern.
Karena, tak semua sarjana adalah intelektual. Dan semua intelektual adalah sarjana. Biar sekolah sampai ke langit sekalipun. Dengan gelar akademik yang berderet sampai ke ujung dunia.
Dalam situasi serba gamang ini, pembludakan sarjana semakin mempersempit peluang kerja. Keberadaan sarjana dengan skill dan daya saing tangguh amat dibutuhkan. Ledakan lulusan kampus setiap tahun terus menanjak. Memusingkan universitas tempat lulusan menimba ilmu. Universitas seperti kehabisan akal untuk lebih kreatif ‘menanamkan’ ilmu pengetahuan. karena universitas kita kebanyakan menganut system ‘bank’ . Yang mentransfer pengetahuan seperti mekanisme perbankan. Bagai kuali kepala mahasiswa dituangkan pengetahuan.tanpa dialektika maupun penalaran kritis. Mahasiswa belajar dan terbiasa hidup dalam ‘ruang’ serba praktis sehingga tak heran lulusan universitas kita rata-rata tidak punya pilihan lain selain mengantri nomor ujian saat tes pegawai negeri sipil. Tidak haram hukumnya menjadi pegawai negeri. Yang ditakutkan masyarakat peduli pendidikan barangkali lebih kepada kehilangan agen perubahan manakala sarjana-sarjana kehilangan kreatifitas, daya kritis. Dan lebih menyukai hidup dalam area aman (safety player).
Berikan sepuluh pemuda, niscaya akan kuubah dunia . Harapan terbesar seorang Soekarno tidak pada orang tua yang notabene punya segudang pengalaman dan pengetahuan. di pundak pemudalah revolusi akan berjalan. Walau bermodalkan semangat semata.
Perubahan tak akan jatuh langit jika tak diupayakan oleh manusia. Tuhan tak begitu saja mengubah nasib suatu kaum secara gratis, ada sejumlah pengorbanan di sana. Airmata bahkan darah sekalipun.
Idealnya sarjana adalah seseorang yang mempunyai kelebihan secara keilmuan dan wawasan. Yang dapat diharapkan membawa angin segar di tengah membusuknya iklim pembangunan yang diarahkan semata-mata pada fisik. Universitas kita tiap tahun meluluskan sarjana dengan spesifikasi keilmuan beraneka ragam, namun segelintir saja yang menceburkan diri dalam ke dalam masyarakat memperkuat pembangunan. Mereka lebih senang bersikap individualistik. Bersikap ekslusif dengan kungkungan ilmu sendiri.
Ketika melihat sebuah buku bersampul seorang perempuan kurus dikelilingi anak-anak tanpa baju, saya penasaran dengan buku itu. ‘Sokola Rimba’ judulnya. Isinya kumpulan catatan harian pribadi Butet Manurung selama berada sambil mengajar di pedalaman Jambi bersama orang Rimba yang mendiami Taman Nasional Bukit Dua Belas. Butet Manurung dengan senang hati melepaskan kehidupan perkotaan yang serba gemerlap dan memberikannya kecukupan fasilitas. Di pedalaman Jambi ia tidak mengajar anak-anak berpakaian seragam merah putih atau berdasi. Ia mengajarkan anak-anak baca tulis. Kebutuhan dasar pendidikan ia penuhi agar anak-anak suku orang Rimba. Cita-citanya sederhana, sesederhana hidup orang-orang Rimba .
Sebagai seorang pecinta alam yang mempunyai jaringan luas dan terlahir dari keluarga berada, tentu saja Butet tidak sulit mencari pekerjaan dimana saja. Ia bisa saja tidur-tidur atau menikmati teh sore, tanpa perlu berpikir untuk membuka Sokola Rimba di pedalaman Jambi. Toh mereka bukan siapa-siapanya. Bukan tanggung jawabnya.
Mungkin Butet bukan satu-satunya orang altruis dalam dunia pendidikan. Ada ribuan yang lain yang tak terpublikasi media. Namun mereka seakan terlahir sebagai pembawa obor di tengah gelapnya system pendidikan yang serba formal.
Secara tidak lansung, Butet menjewer kita dengan praksisnya yang nekad. Mencambuk kesadaran kita akan gerakan perubahan.
Kadang kita terharu ketika menyaksikan anak muda dengan pakaian almamater turun ke kampung-kampung saat KKN. Kedatangan mereka memberi nuansa baru dari sebelumnya terasa pengap. Banyak hal mereka bawa dari kampus (karena suatu saat mereka akan kembali ke masyarakat).
Sayangnya, keberadaan mereka di sana dalam rangka pemenuhan nilai-nilai akademik berupa pengabdian. Dan sifatnya temporal. Seterusnya tak disertai keberlanjutan baik dalam bentuk kelompok atau individu. Semata-mata formalitas itulah yang amat sangat kita sayangkan.
***
Di tengah kondisi sistem pendidikan yang serba berubah-ubah per semester, hadirnya para pendidik yang semata-mata bekerja demi pengabdian pada masyarakat adalah suatu keniscayaan. Bisa jadi pemerintah kecolongan dalam penerimaan pendidik untuk diangkat menjadi pegawai negeri. Kenyataan di lapangan telah member bukti. Masih banyak pendidik kurang inisiatif, miskin gagasan karena gajinya telat dibayar. Atau membolos karena ada kerja sampingan. Kondisi seperti ini mengakibatkan pendidikan kita statis kalau tidak ingin dikatakan stagnan.
Pendidik harus kembali membuka catatan-catatan lama tentang pendidik progresif semacam bapak pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara dengan taman siswanya yang berprinsip non suku dan menanamkan rasa nasionalis buat muridnya. Yang membanggakan justru Taman Siswa tumbuh dan berkembang di tengah penjajahan Belanda, tentu saja ancamannya sangat berat.
Atau pendidik kembali menghayati petualangan pendidikan Tan Malaka dengan membangun sekolah buat anak-anak kuli perkebunan di Deli. Keberpihakannya kepada kaum marjinal ini patut diteladani di tengah menumpuknya pendidik di sekolah-sekolah formal dewasa ini.
Kita kekurangan orang-orang progresif seperti tokoh-tokoh yang saya sebutkan di atas. Ki Hajar Dewantara dan Tan Malaka mungkin hidup di zaman yang serba kurang dibandingkan dengan zaman kita sekarang. Namun, di tengah keserbakurangan itu, mereka tak lantas mundur meskipun nyawa menjadi ancaman. Mereka adalah pribadi-pribadi kuat. Bermental baja walau mereka tak digaji pemerintah kolonial. Tapi mereka memilih jalan ‘lain’ untuk membentuk karakter bangsanya.
Akhir kalam, kita patut merenungi satu kata dari Butet Manurung. “saya tak ingin mati tanpa dikenang”. Maka, berbuatlah,kawan.
Salam pendidikan.
Bivak Emperom. Banda Aceh. Akhir Mei 2011.
Tulisan lain yang berkaitan:





564 Responses to "Sarjana Pendidikan Tanpa SK Pegawai"
Trackbacks
Check out what others are saying about this post...Websites we think you should visit…
[…]although websites we backlink to below are considerably not related to ours, we feel they are actually worth a go through, so have a look[…]……
Websites we think you should visit…
[…]although websites we backlink to below are considerably not related to ours, we feel they are actually worth a go through, so have a look[…]……
abridges…
can i host my web site in my computer………
abashed…
moncler deutschlandQuilted down jacket in navy Concealable hood zips into collar…
abollae…
Hi,one of the best sources of information is the Pacifica News Network which is totally listener supported and therefore is not controlled by corporate propaganda.I listen mostly to our local station which was the founder of the network in 1949. You ca…
Recommeneded websites…
[…]Here are some of the sites we recommend for our visitors[…]……
abode…
Where is the feed button, so I can subscribe to your updates?…
You should check this out…
[…] Wonderful story, reckoned we could combine a few unrelated data, nevertheless really worth taking a look, whoa did one learn about Mid East has got more problerms as well […]……
Recent Blogroll Additions……
[…]usually posts some very interesting stuff like this. If you’re new to this site[…]……
Check this out…
[…] that is the end of this article. Here you’ll find some sites that we think you’ll appreciate, just click the links over[…]……
Recommeneded websites…
[…]Here are some of the sites we recommend for our visitors[…]……
Related……
[…]just beneath, are numerous totally not related sites to ours, however, they are surely worth going over[…]……
Websites worth visiting…
[…]here are some links to sites that we link to because we think they are worth visiting[…]……
Websites you should visit…
[…]below you’ll find the link to some sites that we think you should visit[…]……