Kurikulum 2013 Konsepsi, Implementasi dan Peran Kepala Sekolah
Sunday, 23 March 2014 (19:55) | 15,194 views | Print this Article

Dr. Uhar
Oleh : Dr. Uhar Suharsaputra, M.Pd
Pengawas Pendidikan pada Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan serta sebagai Dosen pada Program Sarjana dan Pascasarjana di Universitas Kuningan. Lulusan terbaik Program Doktor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI Bandung) tahun 2008. Penulis Buku, Peneliti dan Trainer dalam Pengembangan SDM Pendidikan, juga seorang Konsultan Pembangunan
A. Pendahuluan
Kurikulum dalam bidang pendidikan dan pembelajaran menduduki posisi strategis dalam menentukan arah dan ketercapaian tujuan pendidikan, kurikulum menentukan ragam kompetensi yang ingin dicapaidari suatu proses pendidikan/ pembelajaran meskipun bukan satu-satunya penentu mengingan banyak supporting condition yang perlu diperhatikan.
Kurikulum dalam interaksinya dengan perkembangan masyarakat dan ilmu pengetahuin selalu bersifat dinamis, kurikulum tidak hanya sebagai bagian yang menentukan perwujudan masyarakat masa depan sebagaimana dicita citakan bangsa, tapi juga herus selalu mengikuti tuntutan perubahan, sehingga perubahan dan atau perbaikan kurikulum merupakan sunnah social yang tidak bisa dihindari. Untuk itu lahirnya Kurikulum 2013 merupakan konsekwensi logis meskipun banyak hal yang perlu dikritisi dan dipertimbangkan terutama dalam implementasinya di lapangan.
Lahirnya Kurikulum 2013 tidak terlepas dari kenyataan bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih relative rendah disbanding beberapa negara lain yang menjadi patok mutu (benchmark). Hasil penelitian yang dilakukan secara internasional menunjukan hal tersebut. PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study) yang mengkaji (2006) tenang kemampuan baca siswa Sekolah Dasar, menunjukan bahwa Indonesia berada dibawah pada urutan kelima dari bawah, diatas Qatar,Kuwait, Maroko dan Afrika Utara, ini menunjukan bahwa dilingkungan ASEAN saja Indonesia tertinggal. PISA (Programme for International Student Assessment) melakukan penelitian secara berkala untuk siswa SMP dan SMA dalam reading literacy, mathematics literacy, dan scientific literacy, dalam ketiga hal tersebut Indonesia berada dalam kelompok Bawah, demikian juga penelitian yang dilakukan TIMMS (Trends in International Matematics and Science Study) menunjukan hal yang sama bahwa siswa Indonesia menduduki posisi bawah, bahkan secara relatif menunjukan penurunan.
Kondisi ini jelas menimbulkan keprihatinan dan sekaligus dorongan untuk terus berupaya meningkatkan mutu pendidikan melalui berbagai kebijakan, baik terkait dengan sarana prasarana, Tenaga Pendidikan, maupun Kurikulum yang belakangan ini menjadi trend pendidikan persekolahan di Indonesia, dan Kurikulum 2013 pada dasarnya merupakan upaya untuk memperbaiki proses pendidikan/pembelajaran pada jalur pendidikan formal atau sekolah.namun demikian implementasinya jelas tidak sederhana, banyak hal yang harus dicermati dan dipersiapkan, yang apabila tidak dilakukan maka kurikulum 2013 hanya akan menjadi teks tanpa dampak signifikan bagi peningkatan mutu pendidikan di Indonesia
B. Sistem Organisasi Sekolah
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum pendidikan/pembelajaran untuk persekolahan dari mulai Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah, dalam konteks system pendidikan di sekolah, kurikulum 2013 merupakan perbaikan/perubahan dalam standar isi yang berimplikasi pada standar kompetensi lulusan, standar proses, dan standar penilaian, jadi dilihat dari standar-standar nasional pendidikan yang 8 standar (standar isi; standar proses; standar kompetensi lulusan; standar pendidik dan tenaga kependidikan; standar sarana dan prasarana;standar pengelolaan;standar pembiayaan; standar penilaian pendidikan) perubahan terjadi pada 50% standar nasional pendidikan. Meskipun demikian dalam implementasinya jelas perubahan perlu dilakukan dalam hal standar lainnya, terutama dalam kompetensi Tenaga Pendidik, karena kurikulum bukan sekedar teks, tapi juga konteks, dimana Guru akan menjadi ujung tombak dalam pelaksanaannya.
Interaksi seluruh standar pendidikan dalam konteks organisasi sekolah jelas kompleks, banyak factor-faktor yang berpengaruh baik factor internal maupun eksternal sperti environmental input, bila digambarkan akan Nampak sebagai berikut :
Gambar 1. Interaksi Organisasi Sekolah
Dengan memahami interaksi tersebut, maka penerapan Kurikulum baru termasuk kurikulum 2013 bukanlah hal yang sederhana karena banyaknya factor-faktor efektif yang akan menentukan keberhasilannya, apalagi kalu kita melihat makna, peran dan fungsi kurikulum dalam pendidikan.
C. Konsepsi Kurikulum
Secara harfiah kurikulum diartikan sebagai jalan yang harus ditempuh, dalam konteks pendidikan kurikulum sering diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tingkat tertentu (sempit); seluruh usaha untuk merangsang peserta didik belajar, baik di dalam kelas, dilingkungan lembaga pendidikan, maupun di luar lembaga pendidikan (luas), sementara itu makna Kurikulum menurut Undang-undang No 20 tahun 2003 ”adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Dengan demikian terdapat tiga unsur penting dalam suatu konsep kurikulum yaitu mencakup 1). Tujuan; 2). Isi dan bahan pelajaran; dan 3). Pendekatan (Model, strategi, metode, skill)
Kombinasi ketigahal tersebut pada dasarnya tergantung pada pendekatan (McNeil menyebutnya konsepsi) terhadap kurikulumdalam arti bagaimana kurikulum dibangun, apa dasarnya, apa tujuannya serta bagaimana manajemen pembelajarannya, McNeil (2006) menyatakan terdapat empat pendekatan dalam melihat kurikulum yaitu :
· Humanistic curriculum, melihat kurikulum sebagai hal penting dalam membantu siswa menjadi apa yang mereka inginkan, kurikulum menekankan pada relevansi personal, perasaan, dan kesuksesan yang sangat mungkin
· Social reconstruction curriculum, kurikulum dipandang sebagai alat untuk mempengaruhi reformasi social
· Systemic curriculum, melihat kurikulum sebagai penyelarasan tujuan, standar, dan bahan belajar dengan menggunakan test untuk menilai hasilnya.
· Academic curriculum, melihat kurikulum sebagai pengetahuan yang diorganisir dengan cara tertentu yang terbaik untuk mempelajari materi tertentu dan untuk memperkenalkan siswa dengan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong kajian (inkuiri) dalam disiplin akademik.
Dengan demikian suatu Kurikulum bisa dilihat sebagai Teks yang mencakup Tujuan dan Isi bahan pelajaran dalam konsepsi/pendekatan tertentu dan konteks terkait dengan cara dalam melaksanakan pembelajaran dimana kurikulum teks ingin diwujudkan. Oleh karena itu terdapat kemungkinan yang amat besar gap antara teks dan konteks, mengingat variasi kapasitas sekolah dan kompetensi guru serta factor efektif lainnya yang mempengaruhi terlaksananya suatu kurikulum Goodland dalam McNeil (2006) mengemukakan 4 level kurikulum terdiri dari
· Ideal curriculum, yaitu kurikulum yang direkomendasikan oleh komite pakar tentang perlunya perbaikan kurikulum yang dipandang penting berdasarkan pandangan dan nilai tertentu
· Formal curriculum. Yaitu kurikulum formal yang ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan hasil kajian pakar, kurikulum ini bias merupakan kurikulum ideal atau yang sudah dimodifikasi, namun punya efek mengikat bagi lembaga pendidikan di wilayah kewenangannya.
· Perceived curriculum, yaitu kurikulum odeal/formal yang dipersepsi oleh guru, kemudian ditafsirkannya dengan berbagai cara, sehingga bias terjadi atau sering hanya terkait sedikit atau kurang tepat dalam memahami level kurikulum di atasnya.
· Operational curriculum, yaitu kurikulum yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran di kelas oleh guru, dalam hal ini sering terjadi kesenjangan antara apa yang difahami dan dikatakan guru tentang kurikulum dengan apa yang benar-benar dilakukan di kelas.
· Experienced curriculum, adalah kurikulum yang dirasakan atau dialami siswa dari kurikulum operasional yang diimplementasikan oleh guru dalam proses pembelajaran di kelas
Semakin jauh levelnya semakin besar kemungkinan kesenjangan/ketidaksesuaian diantara level, hal ini menunjukan bahwa implementasi kurikulum memerlukan upaya yang memerlukan waktu, pendidikan bukan sulap, pendidikan adalah suatu proses tiada akhir, dinamika internal dan interaksi eksternal akan menjadi penentu bagaimana keberhasilan implementasi suatu kurikulum
D. Kurikulum 2013
Di Indonesia perubahan atau penggantian Kurikulum secara popular umumnya di dasarkan pada dua hal yaitu substansi kurikulum seperti KBK dan KTSP serta kurun waktu dimana kurikulum ditetapkan seperti kurikulum 2013. Untuk kurikulum 2013 secara filosofisnya memang tidak beda dengan KBK dan KTSP yang mengacu pada faham konstruktivisme dengan pendekatan pembelajaran SCL (Student Centered Learning).
Terlepas dari perubahan Bidang dan Materi Pelajaran serta perubahan waktu, esensi kurikulum dalam aspek tujuan makro pendidikan serta aspek yang ingin diwujudkan dalam hasil belajar dan kompetensi lulusan tidak banyak berubah (hampir tidak berubah), hanya dalam pendekatan substantive ada pengembangan yaitu pendekatan scientific, yang sebenarnya sudah menjadi cara ilmiah yang umum dalam penalaran ilmiah. Secara umum penalaran ilmiah secara dikotomi ada dua yaitu induktif dan deduktif, penalaran induktif berawal dari fakta bergerak ke generalisasi/teori, sedangkan penalaran deduktif berawal dari kaidah umum/generalisasi/teori untuk kemudian bergerak ke fakta/hal particular.
Dalam kurikulum 2013pendekatanan ilmiah mengedepankan pendekatan induktif yang dalam konteks penalaran dimulai dari hal-hal spesifik kemudian bergerak ke hal-hal umu, ini sudah tentu memerlukan kesiapan pada peserta didik dalam mengikuti alur tersebut, penalaran ini sebenarnya hanya mungkin kalau peserta didik sudah punya kemampuan berfikir abstrak yang secara sederhana usia peserta didik harus menjadi pembatas dalam mengimplementasikannya, jadi tidak semua peserta didik dalam jenjang pendidikan siap untuk melakukannya, secara umum siawa SD awal pasti akan mengalami kesulitan untuk itu, bahkan mungkin juga para Guru masih perlu untuk mendalami dan melatih penalaran induktif, sebab keberhasilannya bukan sekedar menghadapkan siswa pada kenyataan atau fakta atau masalah yang dihadapi, melainkan memerlukan kemampuan untuk mengkordinasikan hal tersebut ke dalam suatu konsep yang abstrak., sebagaimana terlihat dari tahapan pendekatan ilmiah sebagaimana dikemukakan dalam Panduan dari Kemendikbud (2013)
Gambar 3. Pendekatan Ilmiah dalam Pembelajaran
Dengan melihat pemaknaan pendekatan scientific dalam kurikulum 2013, Nampak bahwa ilmu dipandang sebagai proses abstraksi dan bukan proses verifikasi, padahal metode ilmiah merupakan upaya untuk menjadikan kedua cara penalaran sebagai bagian dari kegiatan dan sumber ilmu sebagai terlihat dalam proses penelitian, pada tahap awal penelitian memerlukan pemahaman akan teori-teori yang bersifat abstraksi darifakta melalui berbagai proses reduksi, pengamatan tanpa kerangka penalaran deduktif hanya akan melahirkan pemahaman akan berbagai kenyataan yang berserakan, dan bila itu terjadi bukannya kebenaran ilmu yang diperoleh namun subjektivitas pengamat yang muncul dan ini akan membuatfungsi ilmu jadi kurang atau bahkan tidak bermakna.
E. Guru sebagai Kurikulum hidup
Dengan memperhatikan hal tersebut di atas, maka diperlukan pembimbingan yang intensif untuk memandu agar pengamatan akan fakta tidak melahirkan chaos pengetahuan dan skeptisisme dalam penalaran, dan guru akan menjadi factor penentu dalam keberhasilan pendekatan ilmuan pada implementasi kurikulum 2013. Oleh karena itu upaya untuk meningkatkan terus kompetensi guru agar mampu menjadi ilmuwan dengan sikap ilmiah menjadi hal yang amat mendesak dalam konteks implementasi kurikulum 2013.
Implikasi dari semua itu, diperlukan upaya pengembangan profesi berkelanjutan agar para Guru dapat mengembangkan kemamuannya terkait dengan hal-hal berikut : Pertama, kompetensi guru dalam pemahaman substansi bahan ajar/keilmuan (baca: kompetensi Profesional), yang mencakup penguasaan bdang ilmu yang diajarkan. Kedua, meningkatkan kemampuan dalam pengembangan pembelajaran (Kompetensi Pedagigik) melalui metode serta cara yang tepat dalam mengkonstruksi ilmu, dengan skill yang membawa pada suasana ilmiah dan curiosity siswa yang dapat meningkat. Dan keberhasilan semua itu perlu dilandasi dengan kepribadian yang edukatif serta kemampuan social yang terus dikembangkan, sehingga pembentukan jejaring baik internal maupun eksternal dapat berkembang semakinkuat. Dan semua itu hanya bias terjadi apabila guru terus bertumbuh menjadi manusia pembelajar karena guru itu adalah Learning Prefesion,dan untuk itu sekolah pembelajar menjadi naungan organisasi yang kondusif bagi terwujudnya hal tersebut.
F. Peran Kepala Sekolah dalam Implementasi Kurikulum 2013
Dalam konteks kepemimpinan Kepala Sekolah, nampaknya arah dari pengembangan SDM Kepala sekolah berorientasi pada Manajemen Kinerja berbasis Kompetensi, dimana berbagai aktualisasi Kinerja yang harus diperankan oleh Kepala Sekolah mesti dipertahankan dan ditingkatkan melalui upaya peningkatan Kompetensi baik secara individu maupun organisasi. Hal ini tercermin dari Permen 13 tahun 2007, tentang Standar Kepala Sekolah yang di dalamnya memuat berbagai Kompetensi yang yharus dimiliki oleh Kepala Sekolah dalam menjalankan Perannya sebagai Manajer dan Pemimpin Pendidikan pada suatu Satuan Pendidikan. Adapun Kompetensi-Kompetensi tersebut mencakup :
- Kompetensi Kepribadian
1. Berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas di sekolah/madrasah.
2. Memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin.
3. Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah/madrasah.
4. Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas
5. pokok dan fungsi.
6. Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah
7. dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah/madrasah.
8. Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan.
b. Kompetensi manajerial
1. Menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan.
2. Mengembangkan organisasi sekolah/madrasah sesuai dengan kebutuhan.
3. Memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/madrasah secara optimal.
4. Mengelola perubahan dan pengembangan sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajar yang efektif.
5. Menciptakan budaya dan iklim sekolah/madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik.
6. Mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal.
7. Mengelola sarana dan prasarana sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal.
8. Mengelola hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/madrasah.
9. Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru, dan penempatan dan pengembangan kapasitas peserta didik.
10. Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional.
11. Mengelola keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel, transparan, dan efisien.
12. Mengelola ketatausahaan sekolah/madrasah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah/madrasah.
13. Mengelola unit layanan khusus sekolah/madrasah dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah.
14. Mengelola sistem informasi sekolah/madrasah dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan.
15. Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah/madrasah.
16. Melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah/madrasah dengan prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya.
c. Kompetensi Kewirausahaan
1. Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah/madrasah.
2. Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah/madrasah sebagai organisasi pembelajar yang efektif.
3. Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin sekolah/madrasah.
4. Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah/madrasah. 3.5 Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah/madrasah sebagai sumber belajar peserta didik.
d. kompetensi Supervisi
1. Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
2. Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat.
3. Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
e. Kompetensi Sosial
1. Bekerja sama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah/madrasah
2. Berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.
3. Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain.
Melihat kompetensi-kompetensi sebagaimana dikemukakan di atas, terdapat dua unsur yang penting untuk dicermati, yaitu unsur yang melekat dalam karakteristik individu dalam konteks kehidupan sosial yang menuntut internalisasi dan sosialisasi, serta unsur yang berkaitan dengan kemampuan yang menuntut pada pendidikan dan latihan. Namun meskipun demikian keduanya sangat berkaitan dimana yang satu perlu jadi fondasi kepemimpinan dan yang lainnya merupakan pengembangan dalam kepemimpinan
Model Kepemimpinan Kepala Sekolah sebagaimana terlihat dalam gambar 4 di atas dimaksudkan untuk memberi tekanan pada kompetensi supervisi kepala sekolah dalam menjalankan peran dan tugasnya sebagai supervisor, hal ini tidak lain karena pelaksanaan kurikulum termasuk kurikulum 2013 keberhasilannya amat ditentukan oleh bagaimana kepala sekolah menjalankan kepemimpinan instruksional dengan supervisi sebagai instrumen utama dalam menjamin terlaksananya proses pembelajaran dengan kurikulum yang berlaku. Dalam kaitan ini diperlukan kemampuan substantif tentang kurikulum 2013 dan kemampuan prosedural dalam melaksanakan supervisi. Kemampuan substantif merupakan kemampuan utama untuk menjadikan pelaksanaan kurikulum 2013 sesuai dengan ideal kurikulum atau paling tidak formal kurikulum, dengan upaya terus menerus untuk makin mendekatinya. atau paling tidak terus mendekatinya, dan kemampuan prosedural dimaksudkan untuk menjadikan supervisi sebagai bagian dalam mendorong kurikulum yang dipersepsi makin sinkron dengan apa yang seharusnya serta menjadikan pengalaman belajar siswa sesuai dengan tujuan dari kurikulum 2013 (experienced curriculum).
Pemahaman yang tuntas akan kurikulum 2013 baik secara ideal maupun formal akan menentukan bagaimana level kurikulum lainnya bias berjalan, dalam kontek keterlaksanaannya peran penjelasan dan pengarahan serta penyelarasan menjadi amat penting agar implementasi kurikulum 2013 dapat berproses sesuai dengan yang diharapkan serta dapat menghasilkan output dan outcome yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh kurikulum 2013. Tanpa itu maka sebenarnya kurikulum 2013 hanya akan menjadi dokumen yang mati, tanpa dilaksanakan oleh guru sebagai living curriculum serta tanpa disupirvisi secara Factual akurat oleh kepala sekolah
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Rahmat, 2011. Pengantar Sosiologi Kurikulum, Jakarta, Raja Grafindo Persada
Hamalik, Oemar, 2003. Pengembangan Kurikulum, Bandung, Pustaka Setia
McNeil, John D, 2006. Contemporary Curriculum, New York, John Willey & Son
Nasution, 1988, Asas-Asas Kurikulum, Bandung, Jemmars
Suharsaputra, Uhar. 2013. Menjadi Guru Berkarakter, Bandung, Refika Aditama
———- 2013. Administrasi Pendidikan, Bandung Refika Aditama
———- 2013. Metode Penelitian, Bandung Refika Aditama
Materi Diklat Kurikulum 2013, Kemendikbud
Tulisan lain yang berkaitan:



