Oleh: Yusuf Nugraha —–Sarjana Pendidikan Lulusan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pakuan Bogor, aktif di kelompok musikalisasi puisi Saung Pangulinan—-
Musikalisasi menjadi trend tersendiri dalam wilayah pengapresiasian puisi di samping dengan cara dideklamasikan atau didramatisasikan. Bahkan ada sebagian apresiator memosisikan musikalisasi puisi sebagai genre sastra baru di antara genre-genre yang sudah diakui yaitu puisi, prosa, dan drama—alasan tersebut kurang berterima karena musikalisasi puisi hanya bentuk lain mengapresiasi puisi.
Di sekolah, pembelajaran puisi dengan mengunakan metode musikalisasi puisii semakin diminati siswa sehingga mereka lebih termotivasi untuk mempelajari puisi. Walaupun demikian, masih banyak para apresiator juga guru pembina di sekolah yang mempertanyakan konsep musikalisasi puisi karena kurangnya referensi sedangkan pemahaman yang berkembang semakin beragam. Apakah dalam pentransformasian puisi menjadi musikalisasi puisi teks puisi yang harus lebih dulu ada dibandingkan dengan komposisi musik ataukah sebaliknya? Demikian pula dalam penyajiannya, apakah puisi hanya dibacakan dan musik mengiringi, puisi dinadakan seluruhnya dengan iringan musik, ataukah puisi dibacakan sebagian dan sebagian lagi dinadakan dengan iringan musik?
***
Musikalisasi puisi bermakna proses memusikalisasikan atau hal menjadikan sesuatu dalam bentuk musikal. Kata musikal berarti berkenaan dengan musik; mempunyai alasan musik; dan mempunyai rasa peka terhadap musik. Dasar dari kedua kata tersebut adalah musik yang bermakna ilmu atau seni menyusun nada atau suara diurutan kombinasi dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan dan keseimbangan; nada atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan, terutama yang menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi tersebut.
Berbeda dengan musik yang merupakan seni yang bermediakan bunyi. Puisi merupakan karya seni yang bermediakan bahasa. Bahasa dalam puisi lebih dipadatkan serta berirama ketika dibacakan karena sudah mengandung unsur musikalitas. Selain itu puisi dibangun oleh unsur-unsur yang saling berkaitan baik dari segi bahasa maupun diluar bahasa sehingga menimbulkan kesan dan suasana tersendiri ketika diapresiasi.
Dari penggabungan kata musikalisasi dan puisi itulah istilah musikalisasi puisi terbentuk dengan memiliki makna sendiri yaitu proses memusikalisasikan atau hal menjadikan puisi dalam bentuk musik. Istilah musikalisasi puisi ini menurut Andre S. Putra Siregar—saat menjadi pembicara pada ulang tahun ke-2 Saung Pangulinan FKIP Universitas Pakuan Bogor pada tanggal 15 Juli 2006—pertama kali diberikan oleh orang Pusat Bahasa yaitu Bapak Sumardi ketika menjadi ketua penyelenggara lomba musikalisasi puisi tingkat SMA untuk pertama kalinya pada tahun 1990. Yang pada waktu itu istilahnya disebut ‘Pemusikalan Puisi’.
Dalam artikelnya “Gadis Kecil dan Musikalisasi Puisi” Soni Farid Maulana berpendapat bahwa yang dimaksud musikalisasi puisi adalah cara baca puisi dengan seluruh tafsirnya yang dilagukan oleh manusia dengan iringa musik yang pas, yang senyawa dengan isi puisi. Erland Basri berpendapat bahwa musikalisasi puisi adalah puisi yang dikemas dalam bentuk musikal (berirama, kaya dengan bunyi-bunyian berunsur musik) namun tidak lari dari konteks puisinya sendiri, bahkan merupakan upaya pendalaman dari puisi yang dibawakan berdasarkan pemahaman, penafsiran, serta ekspresi diri terhadap puisi yang dibawakan. Dengan demikian istilah musikalisasi puisi lebih mengarah pada proses mengeksplorasi kesan musikal yang ada dalam puisi kemudian puisi dinadakan dengan iringan musik tanpa lepas dari keutuhan ‘jasad’ dan ‘ruh’ puisinya.
Yang menjadi titik tolak pertama dalam musikalisasi puisi adalah teks puisi. Dalam hal ini puisi-puisi yang akan dimusikalisasikan adalah puisi para sastrawan yang memang sudah mendapatkan pengakuan masyarakat umum sebagai puisi dengan segala kredonya, bukan puisi karya sendiri. Hal itu karena tujuan utama dari musikalisasi puisi adalah untuk lebih memasyarakatkan puisi. Jika yang dimusikalisasikan adalah puisi-puisi karya sendiri, tidak ada bedanya dengan lagu atau musik alternatif lainnya, terkecuali jika puisi karya sendiri dan memang sudah diakui sebagai puisi oleh umum kemudian dimusikalisasikan oleh pengarangnya atau meminta dimusikalisasikan kepada orang lain.
Dalam proses tranformasi puisi menjadi musikalisasi puisi, bukan komposisi musik yang lebih dulu ada kemudian tinggal memasukan puisinya—literasi musik—melainkan proses penafsiran puisi secara utuh kemudian bunyi seperti apa yang harus dihadirkan atau studi bunyi–meminjam istilah Andrie S. Putra Siregar. Dengan begitu komposisi musik yang dihadirkan tidak hanya sekedar harmoni yang mengiri puisi yang dinadakan, tidak hanya indah dan enak didengar, melainkan akan lebih memperkuat kesan puisi yang ingin disampaikan. Jenis musiknya pun menjadi beragam, tidak terbelenggu kepada standarisasi aliran dan alat musik tertentu.
Berikut ini coba ditawarkan tahapan-tahapan pentranformasian teks puisi menjadi musikalisasi puisi. Langkah ini bukan rumus baku atau sejenis sabda Tuhan yang selamanya harus dipatuhi. Boleh saja mengikuti pendapat lain jika memang ada yang lebih rasional dan berterima.
Pertama, pemilihan puisi: yang harus diperhatikan dalam pemilihan puisi adalah tidak semua puisi dapat dimusikalisasikan. Hal itu karena ada puisi-puisi tertentu yang lebih bermakna jika dideklamasikan atau didramatisasika. Hanya sekedar memberi contoh, misalnya sebagian besar puisi-puisi Sutardji Calzoum Bachri atau pun puisi-puisi Afrizal Malna. Selain itu, pilih puisi yang lebih dekat dengan diri karena dengan seperti itu kita akan lebih termotivasi untuk mengapresiasinya.
Kedua, pemahaman puisi: pahami puisi secara menyeluruh, baik dari sisi tekstual (jasad puisi) atau pun kontekstual (ruh puisi). Dari sisi tekstual, pahami setiap kata-kata kemudian coba dibacakan dengan artikulasi yang tepat, intonasi (tinggi-rendah, keras-lembut, cepat-lambat) yang pas dengan penuh perasaan. Dari segi kontekstual, pahami isi puisi dengan menghubungkan pada peristiwa yang terjadi. Jika perlu, ketahui latar belakang pengarang dan kapan serta mengapa puisi itu ditulis.
Ketiga, penghayatan puisi: setelah paham puisi dengan seluruh tafsirnya, coba hayati secara mendalam sehingga kita melebur dalam puisi itu. Mainkan imajinasi seakan kita mengalami atau setidaknya merasakan peristiwa yang terjadi.
Keempat, pemusikalan puisi: nadakan teks puisi dengan irama yang sesuai, pemenggalan kata yang tepat, serta tempo yang teratur tanpa lepas dari keutuhan isi puisi. Walau begitu, tidak semua teks puisi bagus untuk dinadakan. Terkadang ada bagian-bagian tertentu yang lebih pas jika dideklamasikan. Hadirkan bunyi-bunyi yang bisa menerjemahkan kesan puisi, tetapi tidak melantur menjadi sebuah lagu yang sekedar indah didengar dan menyimpang dari apa yang ingin disampaikan. .
Kelima, penyajian puisi: setelah proses pentranformasian selesai, pengapresiasian puisi disajikan dalam bentuk tersendiri yaitu dengan iringan musik. Yang harus diperjelas di sini, puisi bukan dideklamasikan atau didramatisasikan dan musik hanya sebagai pengiring belaka, melainkan puisi dinadakan. Andai pun ada bagian yang dideklamasikan, bagian puisi tersebut memang lebih pas jika diperlakukan seperti itu. Para penyaji pun tidak perlu melakukan gerak seperti berteaterikal atau gerak seperti orang bernyanyi. Jika dalam proses penggarapannya dilakukan dengan jalan yang benar, kemungkinan besar hasilnya pun akan jauh menyimpang dari kesesatan.
Comments 943