KOSONG YANG MENGANDUNG EKSISTENSI
Monday, 13 February 2012 (11:51) | 269 views | Print this Article
Karya: Muhammad Maksum
Guru MI Global Blotongan Salatiga, Alumnus STKIP PGRI Jombang dan Aktif di SGK (Sanggar Gubuk Kata)
Di pucuk ranting embun yang mulai menguap. Menaburkan kesegaran alam terbuka. Menyaring asap yang meraja di kala manusia menjelajahkan kedua matanya. Hitam kelam, tebal mengepul di ujung dedaunan. Embun yang bening ternodai. Semua itu terlihat jelas, ketika aku melintas dengan santai di atas jalan raya. Daun-daun tak berpenghuni embun, berguguran, bersenandung kematian. Melambai-lambai tanpa ada yang peduli. Embun tidak dirampas asap, melainkan hidup di antara kehidupan stomata yang mulai sesak bernafas. Mengorbankan keindahannya demi nafas manusia. Sehingga embun dengan iklas mengisi kesejukan paru-paru manusia.
Kosong tak berarti sebatang kara. Bahkan kosong melebihi segalanya. Tak ada isi yang menghamili di dalamnya. Namun itu hanya mata yang tak pernah di asah dengan hati yang terbuka. Kosong berpenghuni penuh dengan keajaiban. Kosong bisa meracuni sekaligus bisa membuat nyawa menjadi berarti.
Daun bangkit dari kebisuannya.
“Lihatlah, botol bekas yang tergeletak di pinggir jalan, yang barusan dilemparkan dari kaca bus. Tertutup rapat dengan warna biru di atasnya. Kosong ketika matamu melihat”.
Asap melongo memandangi botol yang terpantal.
Daun berkata lagi.
“itu ada isinya sayang. Lihat saja sebentar lagi pasti ada pengendara sepeda motor yang melindasnya?”
“Brook……..” suara sepeda motor yang aku kendarai tergeletak di pinggir jalan. Aku terpental jauh ke arah depan. Tergeletak tak berdaya. Menanti tangan manusia.
“apa yang kau dengar sayang?” gertak daun.
“suara sepeda motor yang jatuh dan erangan sakit dari pengendara motor”
“bagus, sekarang kamu buka mata hatimu. Apakah botol bekas itu kosong, meskipun air di dalamnya habis?”
Percakapan singkat antara daun dengan asap tebal yang keluar dari dalam perut mobil tua. Kekosongan bila terus digali akan menemukan titik terang yang sangat tak terduga, di dalamnya tersimpan “the miracle”. Kedua mata telanjang akan terluka atas kebohongannya, yang bisa menyebabkan mata hati tertutup dengan asap hitam bualannya.
“Sekarang lihatlah air sungai itu sayang?”
“airnya tenang, keruh, banyak sampah yang terapung dan di dalamnya pasti sedikit ikan yang hidup”. Jawab asap dengan apa yang ia lihat.
“duduklah kau di pucuk daunku lagi. Sambil menunggu anak kecil yang bermain di seberang sana berenang di sungai itu”
Anak kecil bermain dengan pikiran mereka yang masih kosong. Menjamah sesuatu dengan apa yang ia lihat. Belum sempurna merasakan dengan hatinya. Anak-anak kecil itu kian mendekati sungai yang tanpa isi.
Kosong pikiran. Serta kosong apa yang mereka lihat.
“nah itu anak kecil sudah berenang. Apa yang kamu lihat sekarang?”
“tangannya melambai-lambai ke atas. Tandanya ia tidak bisa berenang. Tangan itu hilang padahal air sangat tenang”.
“tunggulah sejenak, pasti kamu akan mengetahui di mana anak itu akan muncul?”
Tiba-tiba….
“itu lihat banyak penyelam yang mencari anak tadi, tapi belum ditemukan” asap melontarkan apa yang ia lihat.
“saksikanlah kawan kau pasti kan mengerti makna kekosongan yang kau lihat tadi?”
Sambil menjamu peraduan dalam kehampaan berita tentang bocah yang hilang ditelan air tenang. Suara sayup-sayup mengisi kekosongan yang mereka buat-buat.
“ternyata anak yang berenang tadi ditemukan di bendungan. Kok bisa sampai bendungan? Padahal jarak TKP dengan bendungan sangatlah jauh
” celoteh asap-asap tiba-tiba.
“nah itulah bila kamu masih melihat kejadian tadi dengan mata kosongmu. Alias tanpa menggunakan hati dan pikiranmu. Air sungai yang keruh, penuh sampah di atasnya dan tenang airnya. Ternyata di dalamnya berisi air yang deras. Banyak orang tertipu dengan penampilan air yang tenang, ternyata di bawahnya, air mengalir sangat deras, bahkan langsung melibas nyawa yang bertamu di dalamnya. Air tenang itu berisikan maut yang setiap waktu bisa menjemput manusia dengan pikiran kosongnya”
Sunyi, sepi senyap, ragu dan putus asa menyebar ke setiap mata orang. Mereka memandang hal kosong menjadi hampa dan jauh dari pengharapan. Daun-daun terus melambai asap yang terbang sesuka hatinya. Bahkan debu menjadi teman dalam percakapan. Menghampiri dengan suka rela.
“sekarang datang kawan lama kita. Debu. Selamat datang di pucuk daunku. Duduklah bersama asap di antara daun-daun yang mulai rapuh ini”
Cuma mengangguk.
“sekarang kalian lihat di seberang jalan sana. Ada sekolah yang di
sampingnya ada tanaman tebu?” suruh daun kepada asap dan debu.
“ada apa di sana kawan. Apa yang harus kami lihat. Semua penuh, tidak ada kekosongan. Semua berisi. Baju yang berwarna merah dan bercelana merah ada yang mengisi. Sekelompok orang yang sedang memukuli kulit kambing juga ada yang mengisi. Trus di dalam kelas juga ada suara orang berpidato dengan lantang dan disaksikan orang yang sudah berkumis. Gak ada yang kosong di mata kami. Kalau matamu gimana bu?”
“saaaaaama” sambil memplintir-plintir kumis tebalnya. “saya juga merasakan isi di dalamnya. Semua berjalan dengan lancar. Anak-anak yang berkaos hitam di lapangan juga ada kegiatan, berteriak, tertawa meloncat-loncat. Tapi kok ada yang melamun”
“nah, mulai terlihat di mata kalian. Di antara barisan kegiatan yang berisi itu ada yang kosong. Bukan di kegiatan apa yang kalian lihat dengan mata telanjang. Lihatlah apa yang dikatakan debu. Perhatikan kata terakir dari mulut debu. Melamun. Coba lihat sekali lagi?” pinta daun kepada debu dan asap.
“oh iya, aku merasakan sekarang. Hati dan perasaan mereka kosong. Mereka menipu mata kami. Mereka berpura-pura berisi dalam kekosongan”. Celutak asap dengan sesuka hatinya.
“hemmm…coba kalian lihat lebih teliti”. Gerutu daun.
“ya. Mereka menipu mataku” seru debu.
“bener banget bu. Mereka menipu. Mereka berpura-pura berisi dalam kekosongan?” heran asap.
“ Mereka berpura-pura dengan kekosongan bukan berarti menipu mata kalian. Mereka mecoba menghibur dalam kekosongan. Meskipun hati dan pikiran mereka kosong dan terpental jauh di sosok yang pernah mengisi kekosongan. Mereka belum menemukan titk cerah dalam kekosongan itu. Mereka kehilangan orang yang sudah sering mengisi sesuatu di dalam hati mereka. Mereka sebenarnya tidaklah kosong.
Mereka masih menggenggam separuh kekosongan. Mereka mencoba untuk mengisi penuh kekosongan itu, tapi mereka masih tersugesti dengan isi yang terbang ke arah barat”
“terus apa yang harus mereka lakukan, agar kekosongan itu terisi penuh lagi?” potong debu.
“mereka harus merelakan raga yang sudah mengisi separo kekosongan yang mereka gengggam. Tapi mereka harus mengambil roh yang dulu pernah menggenggam kekosongan menjadi berisi penuh. Mereka harus menggenggam erat-erat di tangan mereka dengan nama satu kesatuan, meskipun muka tak lagi bertatap. Meskipun senyum tak lagi tersambut. Meskipun canda tak lagi berebut. Meskipun cemberut tak lagi terurut. Mereka harus bisa merasakan lewat hati mereka. Mereka harus membuka mata hati mereka. Bukan mata mereka yang menunggu kedatangannya.
Tapi tunggulah ruh penyemangat hidup yang mengisi penuh kembali kekosongan itu. Jangan sampai mereka berkata lagi dengan kata kosong sebatang kara”. Dengan berapi-api daun memberitahu arti kekosongan.
“tuh-tuh lihat. Orang itu sudah bisa menaiki sepeda motornya?” tunjuk asap sekaligus memotong pembicaraan daun.
“tapi kok gak dihidupkan mesinnya. Apa tangkinya kosong tak berisi bensin” sangkal asap dengan sok tahunya.
“hus,,,sudahlah pembahasan kita tentang kekosongan kita akiri. Aku sudah lapar. Kalian harus aku makan. Sudah siap kan?”
Daun membuka mulutnya lebar-lebar. Asap dan debu masuk secara perlahan-lahan. Ketika daun menelan asap dan debu. Tiba-tiba mereka berteriak.
“daun, berhenti sebentar, kami mau mendengarkan apa yang akan dikatakan orang itu. Apakah tangkinya kosong atau tidak?”
“ya, ya ,ya….” Jawab daun dengan sabarnya.
Di pinggir jalan. Aku mulai menggeliat. Menahan perutku yang mulai demo.
“aduh perutku kosong. Waduh kantongku juga kosong. Waduh isi di dalam tangkiku keluar semua, jadi kosong deh. Sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah perut mules lagi” gerutuku setelah aku terjatuh dan tidak satu pun yang menolongku. Tangan kosong dan kosong menghampiri.
“Preeeeetttt…..tuuuuuuut….brooooooooot” sambil memegang perutku.
“katanya perutnya kosong kok malah ngeluarin gas yang gak sedap baunya” gumam daun sembari menelan asap dan debu. Datang tamu baru berupa kentut yang di hasilkan dari perut kosong. Kosong tapi berisi angin tercepit yang dipintal dari celah kecil. Menghasilkan bau yang bisa menimbulkan hidung bengkak mendadak.
***
Tulisan lain yang berkaitan:

