Dwi Cahya Ningsih
Saturday, 2 February 2013 (17:27) | 245 views | Print this Article
Oleh: Maswito, S.Pd
Koordinator Bidang Perlindingan dan Hak Azazi Manusia Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) Pulau Bintan, Provinsi Kepri
“DI MANA kita berada, di situ kita terasa ada. Itulah prinsif dari Dwi Cahya Ningsih – pengelola PKBM di Tanjungsengkuang Desa Air Kelubi, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau. Kegigihannya untuk memajukan pendidikan usia dini di tempat tinggalnya patut diacungkan jempol dan mendapat apresiasi dari banyak pihak.
Anggota DPD RI Daerah Pemilihan Kepulauan Riau Aida Ismeth, Bupati Bintan Ansar Ahmad, Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Bintan Dewi Kumalasari memberikan apresiasi kepadanya. “Luar biasa!” kata mereka.
Tahun 2004 Ningsih mendirikan PAUD bermodalkan ijazah SD di rumahnya panggungnya yang sederhana dengan alat peraga yang masih tradisional. Waktu itu .kardus, kulit kerang, gonggong, rangga, daun-daun, serbuk kayu, serbuk kelapa, dan lainnya sebagai alat peraganya. “Habis belajar, alat peraga sederhana itu dicampakkan anak-anak ke laut. Ya, bagaimana mau lagi, rumah panggung saya berdiri di atas laut,” kata Ningsih sembari tersenyum.
Aktifitas Ningsih mengajar anak-anak tanpa pamrih itu, rupanya terdengar sampai ke Dinas Pendidikan Kabupaten Bintan. Tahun 2008, tim yang dipimpin Pengawas TK, Jamilah turun untuk mengecek proses pembelajaran yang dilakukan Ningsih. Betapa terkejutnya mereka ternyata proses pembelajaran itu berlangsung di rumah panggung dan tenaga pengajarnya hanya lulusan SD.
Perlahan tapi pasti, proses pembelajaran mulai dibenahi. Tim dari Bappeda Kabupaten Bintan pun menyusun program pembangunan gedung PAUD. Alhamdulillah, gedung PAUD bantuan Pemerintah Kabupaten Bintan kini sudah berdiri – kendati baru hanya satu ruangan kelas belajar. Anak-anak yang semula berdesakan belajar di rumah panggung milik Ningsih, kini sudah pindah ke gedung yang baru itu.
Dan, Ningsih pun mulai mendapat perhatian dari pemerintah. Sejak 2008 s/d 2010 Ningsih menerima insentif Rp 300 ribu setiap bulannya dari Pemerintah Kabupaten Bintan. Kemudian sejak 2011 s/d sekarang insentif naik menjadi Rp 400 ribu setiap bulannya. Sejak 2011 dari Provinsi Kepulauan Riau, Ningsih menerima Rp 1 juta setahun yang diterima Rp 500 ribu per-enam bulan.
Oleh Ningsih, insentif yang diterimanya disisihkan Rp 150 ribu setiap bulannya untuk dua orang temannya yang membantunya mengajar PAUD yang dikelolanya. “Teman saya, Halimah dan Tri Yulianti yang sekarang sedang mengikuti Paket C belum mendapatkan insentif dari Pemerintah Kabupaten Bintan. Saya dan suami berinisiatif, insentif yang saya peroleh disisihkan untuk mereka,” ujar Ningsih.
Kemudian pada 14 Januari 2013 Ningsih diundang oleh RRI Tanjungpinang untuk mengisi Dialog Nasional “Aspirasi Merah Putih” yang direlay 77 stasiun RRI seluruh Indonesia.Pada dialog yang berdurasi satu jam mulai pukul 2 sampai 3 tersebut ikut mendampingi Ningsih adalah Dewi Kumalasasi (istri bupati Bintan), Oktavio Bintana (Ketua Yayasan Rida Peduli Pendidikan), dan Maswito (anggota Majelis Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau). Dialog tersebut mendapat sambutan luar biasa dari seluruh Indonesia.
Anggota DPD RI Daerah Pemilihan Provinsi Kepulauan Riau, Aida Ismeth mengaku terharu dengan perjuangan yang dilakukan Ningsih. Melalui sambungan telepon, istri mantan Gubernur Kepulauan Riau Ismeth Abdullah ini mengaku akan memberikan apresiasi kepada Ningsih. “Salam saya buat Ibu Ningsih. Saat reses atau berkunjung ke Bintan, nanti kita bertemy ya Ibu Ningsih,” ujar Aida Ismeth dengan suara terharu.
.
Demi Mimpi, Tidur di Surau
SUATU ketika tahun 2008, Ningsih nekad mendatangi kediaman Ketua Tim PKK Kabupaten Bintan, Dewi Kumalasari. Butuh waktu enam jam lama perjalanan dia baru sampai di rumah Dewi yang terletak di Jl. MT Haryono Gg Eboni No. 11 Tanjungpinang tersebut. Namun sayang, yang dicari waktu itu tak di rumah karena lagi keluar daerah. Ningsih sudah bertekad tidak akan pulang ke kampung halamannya sebelum bertemu dengan istri Bupati Bintan terebut.
Ketika hari kian larut malam yang dicari belum juga pulang ke rumah, Ningsih nekad nginap di Surau Ashhabul Yakin yang berjarak sekitar 100 meter dari rumah Dewi. “Waktu itu saya tak punya uang untuk menginap di hotel. Atas seizin pengurus surau saya numpang nginap di surau itu,” kenang Ningsih yang tidur seorang diri di surau tersebut.
Besok harinya barulah Ningsih bertemu Dewi yang baru pulang. Ketika bertemu denan orang yang dicarinya itu, Ningsih mengutarakan isi hatinya ingin mendirikan sekolah PAUD di kampung halamannya. Berharap restu, yang didapat malah sebaliknya. Dewi malah menyarankan agar Ningsih mengurungkan niat mewujudkan impiannya mendirikan sekolah di kampung halamannya itu. “Ngapain Ibu capek-capek ngurusin anak-anak seperti itu,” kata Dewi ketika itu kepada Ningsih.
Namun Ningsih tetap ngotot. Kepada istri Bupati Bintan Dewi, Ningsih bilang apapun yang terjadi di kampung halamannya harus berdiri sekolah PAUD. “Ibu Dewi terkejut dengan jawaban saya.” Dewi bertanya mengapa ibu senekad itu?” Saya katakan saja, “Saya memang orang tidak berpendidikan tinggi, namun anak-anak di kampung saya tidak boleh seperti saya.”
Mendengar niat tulus saya itu ujar Ningsih, hati Dewi akhirnya luluh juga. Dewi pun memberikan dukungan kepada Ningsih. “Silahkan Ibu jalan dulu nanti kami pantau bagaimana perkembangannya,” nasehat Dewi ketika itu kepada Ningsih. Mendapat “restu” Ningsih pulang dengan hati gembira dan berbunga-bunga. Pelan tapi pasti dia memulai merajut untuk mewujudkan impiannya itu. Bermula dari rumah yang layak dikatakan “gubuk”, kini sudah berdiri bangunan bantuam dari Pemerintah Kabupaten Bintan untuk mendidik anak usia dini belajar sambil bermain. Alhamdulillah.
Tak hanya PAUD melalui PKBM Insan Cendikia yang dirintisnya, Ningsih melebarkan sayapnya dengan mendirikan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Sengkuang Mandiri akhir tahun 2008 dan Keaksaraan Fungsional (KF) tahun 2012. Bahkan, Ningsih kini mengelola empat PAUD di Desa Air Kelubi yang terletak di Tanjungprindit, Pulau Buton, Tanjungsengkuang, dan Pulau Kecil.
Selesai Paket, Ijasah Belum Diambil
Namun seiring dengan perjalanan waktu, sekolah PAUD yang didirikan Ningsih mengalami kendala, terutama soal perizinannya. Sebab, salah satu syarat untuk mendirikan sekolah itu adalah pengelola dan pengajar harus memiliki ijasah minimal setingkat SMA. Ningsih tak punya ijasah sebagaimana yang dipersyaratkan karena dia hanya memiliki ijasah SD. Ini problem serius untuk kelangsungan proses belajar dan mengajar di lembaga yang di rintisnya dengan susah payah.
Atas dorongan suami tercinta, Ningsih lalu ikut Paket B dan C di PKBM Karang Bertuah di Desa Kelong yang berjarak sekitar 2 Km dari desanya. Dan, perjuangannya ikut Paket itu cukup melelahkan karena dia harus menyeberangi lautan yang cukup luas. Sekali dalam seminggu, jika tidak ada angkutan pompong, dia diantar oleh suaminya dengan menggunakan perahu menyeberangi lautan menuju tempatnya belajar.
Berkat kegigihan, akhirnya Ningsih berhasil lulus Paket B tahun 2009 dan Paket C tahun 2011. “Setelah lulus Paket C saya sebenarnya ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi di Univeritas Terbuka. Namun ada sedikit persoalan yang menganjal di hati saya. Sampai sekarang saya belum mengambil ijasah Paket B dan C karena secara administrasi saya belum membayar uang untuk mengambil kedua ijasah tersebut,” ujarnya dengan mata berbinar dan mimik sedih.
Menurut Ningsih untuk menebus kedua ijasahnya itu perlu biaya sekitar Rp 4.000.000 dengan rincian Rp 1.500.000 untuk mengambil ijasah Paket B dan Rp 2.500.00 untuk Paket C. Uang tersebut merupakan akumulasi dari jumlah biaya yang harus diselesaikannya selama mengikuti Paket ditambah administrasi saat ujian.
Selulus Paket B tahun 2009 dibantu guru SD 005 Air Kelubi yang peduli dengan pendidikan, Ningsih nekad membuka Paket A, B, dan C di kampung halamannya itu. Warga belajar yang ikut Paket di lembaganya tidak dikenakan biaya alias gratis. Dan kerja kerasnya kini sudah membuahkan hasil. Pada tahun 2012 Paket yang diselenggarakannya sudah meluluskan 68 orang warga belajar dengan rincian 15 orang Paket A, 22 orang Paket B dan 23 orang Paket C. “Sekarang ratusan warga belajar sedang mengikuti proses pembelajaran di lembaga yang kami kelola,” ujar Ningsih bersemangat.
Ningsih Memberikan Cahaya
KETUA Tim Penggerak PKK Kabupaten Bintan Dewi Komulasari menyebut Ningsih merupakan salah seorang yang memberikan inspirasi dalam perjalanan hidupnya dalam memandang arti penting pendidikan bagi anak usia dini. Dan inspirasi itu berawal dari sebuah kekesalan yang membuat dirinya merasa berdosa sampai saat ini. Kekesalan itu kata Dewi bermula ketika Ibu Ningsih ngotot mendatangi kediamannya. Saya waktu itu tidak di rumah. Sembari menunggu saya pulang, Ningsih menginap di Surau Ashhabul Yakin yang berjarak sekitar 100 meter dari rumah saya. Katanya dia tak akan pulang sebelum berjumpa saya,” ujar Dewi yang juga Koordinator Asosiasi Pengawas Seluruh Indonesia Provinsi Kepulauan Riau ini.
Ketika pulang ke rumah, saya sudah ditunggu Ibu Ningsih. Nekad betul. Lalu saya bertanya,”Ibu ada keperluan apa?” Dengan lugunya dia menjawab, “Saya ingin mendirikan sekolah untuk anak-anak usia dini di tempat tinggal saya. Untuk itu saya nekad datang ke rumah Ibu untuk mohon restu.” “Saya sarankan agar dia mengurungkan niat mewujudkan impiannya tersebut. Jika dulu dia mau menerima saran saya, niscaya di Desa Air Kelubi akan tetap ketinggalan. Untunglah dia tak mau menerima saran saya,” ujar Dewi tersenyum.
Dewi menyebutkan Ningsih telah menyebarkan “virus-virus” PAUD di Kabupaten Bintan. Ke depan diharapkan akan bermunculan Ningsih-Ningsih lainnya di Kabupaten Bintan. Dewi mengaku berdosa dengan Ningsih yang telah membuatnya sadar bahwa masih ada orang yang mengabdikan dirinya mengajar secara tulus dan ikhlas di daerah terpencil di kabupaten yang dipimpinnya suaminya itu. Dan, ketika dirinya menerima gelar sebagai “Bunda PAUD” April tahun lalu, Dewi menyebut gelar tersebut secara khusus dipersembahkannya untuk Ningsih. “Ibu Ningsihlah yang seharusnya menerima gelar bunda PAUD itu bukan saya,” katanya.
Ningsih kata Dewi telah memberikan cahaya sesuai dengan namanya Dwi Cahya Ningsih. Cahaya-cahaya itu perlu terus dihidupkan agar jangan padam. Ningsih telah menamam bibit, dan buahnya akan terlihat 5 sampai 10 tahun ke depan.
Sementara itu Pengawas TK Dinas Pendidikan Kabupaten Bintan, Jamilah, mengatakan Ningsih merupakan sosok pendidik sejati di Kabupaten Bintan. Kamauannya kuat, keinginan belajarnya juga sangat tinggi. Apapun akan dihadapi untuk menggapai impiannya itu. “Saya salut dengan kegigihan Ibu Ningsih. Mana ada orang yang mau mengabdikan dirinya mengajar di daerah tertinggal seperti itu ,” ujar Jamilah.
Menurut Jamilah, sebagai pengawas TK yang berhubungan langsung dengan Ningsih, dia melihat Ningsih sebagai sosok yang ulet dan tahan banting untuk mengangkat pendidikan di desa tempat tinggalnya. Kediamannya bagaikan sekolah mini yang tak pernah sepi dari berbagai aktifitas pengajaran.
Lalu soal administrasi yang belum dilunasi Ningsih, Jamilah mengatakan akan membicarakan dengan atasannya. “Saya baru tahu tentang hal ini. Selama ini Ningsih tak pernah mengeluh soal itu. Sekarang ketika dia mau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, dia perlu ijasah itu,” ujar Jamilah seraya mengatakan persoalan administrasi yang dialami Ningsih pasti ada jalan keluarnya.
Disisi lain, Dekan FKIP Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang, Abdul Malik memberikan apresiasi positif atas atensi dan kepedulian Ningsih dalam mengelola PKBM di desanya. Sebagai bentuk apresiasi, melalui organisasi yang dipimpinnya, Rusley berjanji akan membantu Ningsih dalam mengembangkan PKBM nya.
Menurut Abdul Malik, langkah awal yang akan dilakukan adalah mengumpulkan buku-buku yang akan didistribusikan untuk TBM yang dikelola Ningsih. Setelah itu nanti akan mengundang secara khusus Ningsih untuk berdialog dengan pengurus ISPI membicarakan problem yang dihadapinya dalam mengelola PKBM nya. “Muda-mudahan kita bisa mencarikan jalan keluar terhadap persoalan yang dihadapinya,” terangnya.
Abdu Malik mengatakan, NIngsih perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Kiprahnya memajukan pendidikan di tengah-tengah kehidupan masyarakat di pulau yang terpencil itu perlu diapresiasi oleh pamerintah. “Ningsih merupakan sosok pendidik sejati yang patut diteladani. Sikapnya yang pantang menyerah, pengabdiannya yang tulus dan ikhlas perlu dicontoh oleh tenaga pendidik. Ini luar biasa. Saya mengucapkan tahniah untuk IBU Ningsih – sang pahlawan PAUD dar desa tertinggal yang terlupakan. .*)
Curiculum Vitae
Nama : Dwi Cahya Ningsih
Lahir : Magelang, 6 Februari 1974
Suami : Ruspono
Anak : Yan Budi Prasetyo
: Indrayan Cahyono
: Febby Azahra Putri
: Melati Indah Sari
Pendidikan : SD Negeri 003 Keramat 3 Magelang,
Jawa Tengah lulus 1984
: Paket B lulus tahun 2009
: Paket C lulus tahun 2011
Alamat : Desa Air Kelubi, Kecamatan Bintan Pesisir, Kabupaten
Bintan, Provinsi Kepri
Penghargaan
1. Wanita Pelopor Pedesaan Kabupaten Bintan tahun 2012
2. Taman Bacaan Masyarakat Terbaik (TBM) se Kabupaten Bintan tahun 2012
3. Pustakawan Terbaik II se Kabupaten Bintan tahun 2012
Kegiatan Sosial
1. Ketua Pengajian Mesjid Nurul Iman Desa Kelubi
2. Ketua HIMPAUDI Kecamatan Bintan Pesisir, Kabupaten Bintan
3. Pengelola PKBM Insan Cendikia
4. Pengelola TBM Sengkuang Mandiri
Tulisan lain yang berkaitan:




