Oleh: Sefrianus Jemandu, S.Pd
Mahasiswa Pendidikan Profesi Guru (PPG) Pasca SM-3T 2013 Universitas Negri Malang
Tulisan ini membahas kembali persoalan ujian nasional beberapa bulan lalu. Mungkin bagi kebanyakan orang masalah ini merupakan masalah yang sudah basi karena sudah tidak ngetrend (up to date) lagi untuk dibahas, tetapi bagi penulis masalah itu perlu dikaji lebih jauh untuk mengantisipasi terjadi lagi permasalahan yang lebih besar kedepannya. Disamping itu, penulis akan menyinggung wacana dari Menteri Pendidikan dan kebudayaan untuk melaksanakan ujian nasional online (Unas Online) tingkat pendidikan dasar dan menengah (SMA/SMK) sederajat.
Ujian nasional pada tingkat pendidikan dasar dan menengah (SMA/SMK) sederajat beberapa bulan lalu merupakan sejarah buruk pendidikan di Indonesia. Betapa tidak, ujian nasional sebenarnya dilaksanakan serentak seluruh indoesia, namun kenyataanya 22 propinsi saja yang dilaksanakan sesuai jadwal, sementara sebelas Provinsi lainnya mengalami pergeseran jadwal. Hal ini diakibatkan karena keteledoran luar biasa pemenang tender PT. Ghalia Indonesia Printing Ciawi Bogor yang tidak profesional dalam mencetak, mengepak dan mendistribusikan naskah soal sehingga pantas mendapat sorotan publik.
Walaupun demikian, Menteri Pendidikanan dan Kebudayaan (Mendiknas) menjadi sasaran hujuatan kritikan dari masyarakat, akademisi, pengamat pendidikan, dan para politisi. Mereka menanyakan keseriusan Menteri Pendidikan dan kebudayaan dalam mengurus pendidikan di Indonesia? Banyak pihak yang menyatakan bahwa Ujian nasional harus ditiadakan sebab yang diukur hanya aspek kognitif saja (cognitive domain) dengan mengabaikan aspek afektif (affective domain) dan aspek psikomotoric siswa (pschymotoric domain), ada juga yang menyatakan ujian nasional (Unas) tetap dilaksanakan dan kalau tidak negara indonesia akan pecah bela atau disintergarsi bangsa.
Menanggapi persoalan ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan evaluasi dan mencari cara apakah ujian nasional tetap dilaksanakan atau sebaliknya. Mereka tetap mengambil sikap bahwa ujian nasional tetap dilaksanakan mengingat akan muncul kolusi, nepotisme bahkan korupsi dalam dalam pemberiaan nilai ujian nasional kepada peserta didik dan apalagi di indonesia pada umumnya kualitas guru masih rendah jika dibandingkan dengan negara lain.
Sentralisasi pendidikan mulai muncul ditengah otonomi daerah yang semestinya daerah punya hak untuk mengurus sendiri urusan pendidikan. Ujian nasional beberapa bulan lalu bersifat sentralisasi pendidikan dimana Pemeritah pusat (Mendiknas) mengambil alih semua urusan kependidikan, salah satunya adalah sentralisasi pengetikan naskah ujian nasional sehingga terjadi begitu banyak persoalan yang terjadi seperti yang telah disinggung oleh penulis pada awal tulisan ini.
Dengan melihat persoalan yang ada, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendiknas) bisa mencermin diri apakah Sentralisasi Pendidikan tetap dilaksankan atau sebaliknya?Apakah ujian nasional tetap dilaksanakan? Apakah cara pemerintah yang dinilai cacat hukum oleh masyarakat terus dilaksanakan atau tidak.
Banyak pihak yang menawarkan solusi tentang persoalan ujian nasional diantaranya, Popong Otje Dundjunan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) meminta pelaksanaan ujian nasional dilakukan seperti pada masa sekolah rakyat pada era 1950-an. Menurut Popong, pelaksanaan ujian nasional pada masa itu cukup adil lantaran menggunakan sistem rayon. Lebih lanjut, Dia berkata bahwa “Jika ujian nasional dilakukan rayonisasi, jadi Jakarta tidak sama dengan Papua. Coba diubah rayonisasi Papua apa, Maluku apa, lalu Jawa Barat, dengan cara seperti itu merupakan yang paling adil karena tidak menyamaratakan kemampuan siswa di seluruh Indonesia. LanajutNya, pendistribusian soal pun relatif bisa dilakukan lebih teratur karena diserahkan pada setiap rayon (Kompas com, 27/4/2013)
Disamping itu, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamen Dikbud) Republik Indonesia (RI), Prof. Dr. Musliar Kasim dalam kunjunganNya ke NTT, mengatakan, ujian nasional merupakan alat evaluasi secara keseluruhan peserta didik. Karena itu, lanjutNya, kedepan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan mencari cara, terutama memikirkan ujian nasonal SMA/SMK sederajat secara online, Mantan Rektor Universitas Andalas itu menilai sistem online bisa menjamin pelaksanaan Ujian Nasional secara serentak, Kalau bisa online akan kita lakukan.(Pos Kupang, 24/04/2013)
Dengan menelisik tanggapan dari Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, penulis mengambil kesimpulam bahwa ada upaya atau rencana dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendiknas) untuk melaksanakan ujiaan nasional SMA/SMK sederajat secara online. Wakil Menteri Pendidikan sedang mewacanakan ujian nasional SMA/SMK sederajat kedepanya secara Online untuk mengatasi persoalan besar dalam ujian nasional beberapa bulan lalu.
Ujian nasional online (Unas Online) yang sedang diwacanakan itu perlu diapresiasi karena memiliki keuntungan yang luar biasa bagi peserta didik di zaman yang menekankan penguasaan Ilmu Internet Computer (ITC). Keuntungan tersebut seperti: stake holder pendidikan, seperti: lembanga swadaya masyarakat (LSM), guru, tata usaha, komite sekolah akan terus memacu peserta didik untuk melatih mereka tidak hanya dalam penguasaan teoritis ilmu komputer dan iternet tetapi juga, peserta didik bisa mengoperasi komputer dan internet (learning by doing), tentu hal ini akan menjadi generasi pendidikan yang mengedepankan aspek kreativitas siswa dan akan menjadi generasi emas indonesia.
Namun yang menjadi perntanyaan reflektifnya? Apakah semua sekolah tinggkat SMA/SMK sederajat di indonesia sudah lengkap atau sudah disediakan dengan fasilitas seperti, komputer dan jaringan internet? Penulis, berpikir bahwa wacana pemerintah (Mendiknas) tentang ujian nasional online (Unas Online) sangat tidak masuk akal dan tidak adil. Tidak masuk akal karena terjadi perbedaan yang maha dhasiat antara sekolah di daerah jawa dengan daerah 3T (terdepan, terluar dan tertinggal). Tidak adil karena peserta didik di daerah jawa akan mudah karena mungkin fasilitasnya sudah lengkap.
Ujian nasional online (Unas Online) boleh-boleh saja dilakukan, asalkan, pertama, peran pemerintah (pemeirintah pusat, propinsi dan kabupaten) adalah menyediakan sarana dan prasarana seperti komputer, internet dan fasilitas yang pendukung lainnya seperti genset atau generator harus disediakan secepatnya, bila perlu Internetan Kecamatan yang tidak jelas kelolahnya diserahkan kesekolah. Kedua, peran stake holder pendidikan (guru, tata usaha sekolah, komite sekolah) terus memacu peserta didik melatih komputer dan internet technology computer (ITC). Bila terjadi keterlambatan atau bahkan kelalaian dari pemerintah dalam pengadaan fasilitas pendidikan disekolah, maka harus ada kerja sama antara orang tua peserta didik dalam pengadaan fasilitas komputer, karena tanggung jawab pendidikan adalah tanggung jawab bersama mulai dari guru, orang tua siswa dan pemerintah demi terciptanya generasi emas masa depan indonesia.
Kedua hal ini yang harus diperhatikan secara khusus karena apabila tidak diperhatikan secara khusus maka kemungkinan besar akan terjadi kasus yang lebih besar lagi. Itu berarti bahwa ujian nasional online yang sedang diwacanakan itu bukan merupakan solusi yang tepat atas masalah besar yang telah terjadi tetapi malah akan memunculkan masalah yang lebih besar lagi. Dengan kata lain, “andai kata ujian nasional online (Unas Online) akan terjadi”, tanpa menyediakan fasilitas internet computer (ITC) akan terjadi masalah yang lebih besar untuk pelaksanaan ujian nasioanl kedepannya, mengingat fasilitas yang dimiliki oleh sekolah skolah di daearah 3T (tertinggal,terluar,dan terdepan) sangat minim.Semoga.