Tantangan Sarjana Pendidikan di Era Globalisasi
Saturday, 25 January 2014 (08:52) | 469 views | Print this Article
Oleh: Doddy Novarianto
Staf Pendidik SMAN 1 Ngantang, Malang, Jawa Timur

Doddy Novarianto
Itulah kenyataan yang sedang di hadapi dan mungkin nanti akan dihadapi oleh para pendidik di negeri ini. Belajar secara konvensional, dalam arti terikat pada gedung dan waktu, boleh jadi akan ditinggalkan perlahan-lahan. Paradigma sekolah juga akan berubah. Sekolah tidak lagi akan dimonopoli oleh pengertian konvensional seperti pengertian sekolah di wikipedia [http://id.wikipedia.org ] bahwa sekolah merupakan bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran.
Perubahan paradigma tentang sekolah, pendidikan, dan segala aspek yang berkaitan dengan itu semua akan membawa konsekwensi bagi para sarjana pendidikan dan pengelola pendidikan. Ono W. Purbo (1998) pernah mengemukakan berbagai strategi mendasar yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan pendidikan di era informasi yang semakin canggih ini, yaitu:
1. Di sektor substansi.
a. Pembentukan platform untuk diskusi, komunikasi & pengambilan keputusan.
Pembentukan platform ini diperuntukkan bagi para pengambil keputusan dan pelaku pembelajar untuk melakukan proses demokrasi dan keterbukaan bisa diperoleh proses evaluasi yang tepat.
b. Akumulasi pengetahuan yang dihasilkan secara lokal.
Ini untuk mempermudah akses terhadap produk belajar seperti kemudahan akses paper/thesis dan produk ilmiah lain.
c. Re-engineering metoda pengajaran & pendidikan.
Di dalamnya tercakup collective learning & knowledge accumulation / building / manegemnet. Juga belajar bagaimana cara belajar (Learning How to Learn)
2. Di sektor servis / jasa.
a. Sertifikasi Global & Akreditasi professional.
Akreditasi pendidikan dan hasil pendidikan tidak lagi monopoli pemerintah, Kita bisa mengikuti akreditasi lembaga profesional international, misalnya oleh: ISO9000 / MCP / MCSE / MCT / P.Eng., dan lain-lain.
b. Orientasi global,
Memperbanyak kerjasama luar negeri & pengiriman SDM ke manca negara.
c. Partnership & Aliansi strategis.
Dilakukan pada tingkat nasional & regional dengan berbagai lembaga pendidikan / research centers komersial / industri; negosiasi pada tingkat nasional untuk insentif kerjasama dengan dunia pendidikan. Konsep aliansi untuk kerjasama pendidikan jarak jauh perlu dikembangkan & di giatkan oleh Kemendiknas. Jangan sampai terjadi kesan “monopoli” bagi penyelenggaraan pendidikan jarak jauh hanya oleh Universitas Terbuka (UT) saja
3. Di Sektor Manajemen / Supporting System.
a. Re-engineering management kampus, utk menghilangkan dimensi fisik kampus/sekolah.
Contoh menghilangkan batasan fisik kampus dalam operasional universitas/sekolah; Bukan tidak mungkin suatu ketika mahasiswa ITB tidak hanya berada di Bandung, tapi juga di Irian Jaya, di Aceh, di Padang. Demikian halnya dengan siswa SMA/sederahat bisa bersekolah dari rumah atau tempat lainnya tanpa dibatasi ruang dan tempat.
b. Re-engineering management kampus, untuk menghilangkan dimensi waktu.
Waktu belajar siswa / mahasiswa menjadi lebih fleksible. Bukankah ini lebih sesuai dengan matery learning yang dianut kurikulum kita?
c. Re-engineering otoritas perguruan tinggi.
Perguruan tinggi/sekolah harus dilihat sebagai sebuah korporate. Otoritas finansial & open management di distribusi yang dapat di audit. Bisnis plan & cash flow menjadi imbedded dalam proses khususnya penting bagi lembaga pendidikan negeri.
Menjadi Sarjana Pendidikan Berkemajuan
Melihat prediksi perkembangan dan tantangan bagi dunia pendidikan, membuat para pengelola pendidikan harus mempersiapkan diri. Dalam hal ini jelas bahwa para sarjana pendidikan adalah orang-orang di garda depan dalam mengantisipasi perkembangan tersebut, sesuai dengan status dan peran yang disandangnya.
Peran pendidik bisa didapatkan oleh sarjana pendidikan ataupun bukan karena tidak semua sarjana pendidikan bisa benar-benar menjadi pendidik. Sebaliknya, seorang yang bukan sarjana pendidikan bisa mempunyai peran pendidik apabila mampu melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai pendidik.
Dengan kata lain, pendidik bisa dilihat dari segi formal maupun non-formal. Sarjana pendidikan secara formla adalah mereka yang mempunyai sertifikat di bidang pendidikan. Tetapi, pendidik secara non-formal adalah mereka yang melakukan aktifitas pendidikan secara luas. Mereka bisa berasal dari mana saja dan dari disiplin ilmu apa saja. Maka sudah seharusnya sarjana pendidikan mampu memainkan perannya sebagai pendidik.
Berkaitan dengan tantangan yang di hadapi dunia pendidkan sebagaimana terurai di atas, ada beberapa hal yang harus dipenuhi oleh sarjana pendidikan dalam menghadapi era globalisasi sekarang ini, antara lain:
1. Memainkan peran sebenar-benarnya sebagai pendidik. Seorang pendidik harus benar benar mendidik, dalam arti luas, peserta didiknya. Jangan sampai terjadi seorang sarjana pendidikan hanya sekedar pentrasfer ilmu semata. Tetapi, menurutProf. Dr. Kusmayanto Kadiman(Mantan Rektor ITB) harus menjadi sesorang yang menjadi sosok dengan keilmuan, kearifan dan kharisma yang tinggi, senantiasa ikhlas menyebarkan ilmu dan mendidik generasi [ www.psb-psma.org ] . Seorang pendidik seharusnya tidak cukup puas dengan nilai tinggi yang didapatkan anak didiknya tanpa diikuti moral/karakter yang baik. Pendidikan tidak hanya untuk mencetak orang-orang yang pandai tetapi dengan hati nurani tumpul. Para sarjana pendidikan harus memahami benar tentang keluhuran moral dan karakter yang seharusnya dimiliki oleh anak didik. Ini berarti bahwa para pendidik tersebut harus bisa menjadi teladan tentang moral dan karakter bagi anak didiknya.
2. Membekali diri dengan penguasaan teknologi infornasi yang memadai. Jangan sampai seorang sarjana pendidikan menjadi asing dengan perkembangan teknologi informasi yang sedang berkembang. Barangkali tenaga-tenaga pendidik di masa-masa akhir ini telah cukup akrab dengan teknologi informasi sekarang ini, seperti komputer, internet, HP, dan lain-lain, tetapi sarjana pendidikan yang lulus kuliah di era 80-an ke bawah mungkin masih banyak yang awam terhadap teknologi informasi ini. Karena itu kelompok yang terakhir itu tidak boleh malu atau kecil hati untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilannya dalam mengelola teknologi infromasi itu.
3. Terbuka terhadap berbagai masukan yang berkaitan dengan perkembangan teknologi informasi dan penerapannya dalam pengelolaan pendidikan. Kemajuan teknologi informasi itu pada dasarnya adalah untuk mempermudah dan memperluas akses pendidikan kepada semua anak bangsa. Hanya penglola-pengelola pendidikan yang kurang demokratis sajalah yang merasa gerah dan resah dengan penerapan kemajuan teknologi informasi dalam pengelolaan pendidikan dalam arti luas.
4. Tetap mempunyai komitmen yang kuat terhadap kemajuan sebagai konsekwensi logis dari globalisasi dalam segala hal. Ini berarti bahwa sarjana pendidikan tidak boleh puas dengan apa yang diperoleh selama ini, melainkan harus senantiasa belajar terus menerus agar tetap mampu menempatkan diri di tengah kemajuan yang tak terbendung ini.
= SELESAI =
Sumber bacaan/situs:
Purbo, Ono W, 1998, Tantangan bagi Pendidikan Indonesia, dalam http://www.kambing.ui.ac.id
Tulisan lain yang berkaitan:




