Musyawarah Nasional (Munas) ISPI VII dan Seminar Nasional Pendidikan
Thursday, 20 November 2014 (18:42) | 956 views | Print this Article
Diselenggarakan Oleh:
IKATAN SARJANA PENDIDIKAN INDONESIA (ISPI) JATIM
Bekerjasama Dengan
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA
2014
Sekretariat : Ruang Guru Besar
Fakultas Ilmu Pendidikan Kampus Unesa Lidah Wetan Surabaya
I. LATAR BELAKANG
Guru merupakan pilar utama dalam proses pendidikan. Adalah guru yang harus mengimplementasikan berbagai konsep dan kebijakan pendidikan, di kelas, laboratorium, studio, dan/atau lapangan. Karena itu, di tangan gurulah akhirnya kualitas implementasi konsep atau kebijakan tersebut berada. Peran guru tidak akan tergantikan oleh orang lain atau peralatan secanggih apa pun. Peran guru bukan sekedar menyampaikan informasi atau pengetahuan atau melatihkan keterampilan kepada siswa. Peran guru jauh lebih besar dari itu, yaitu menciptakan situasi dan sarana yang diperlukan agar siswa dapat belajar dan mengembangkan potensinya dengan baik.
Lantas, mengapa ada sekolah, daerah, atau negara yang memiliki guru yang baik, tetapi juga ada sekolah, daerah, atau negara yang memiliki guru yang kurang baik. Bisa jadi, perbedaan itu muncul karena ada sekolah, daerah, atau negara yang mampu menjaga mutu guru. Bagaimana dengan guru di Indonesia? Berbagai pendapat, data, dan studi (dengan berbagai tingkat validitasnya) menyebutkan bahwa mutu guru di Indonesia belum memuaskan. Tentu ada dan cukup banyak guru yang baik dan profesional, namun juga harus diakui masih banyak yang belum seperti itu.
Upaya membebaskan golongan masyarakat tidak mampu dari biaya pendidikan sudah dilakukan sejak era pemerintahan SBY. Ragam bantuan seperti BOS, beasiswa, dan bentuk lain yang diluncurkan masing-masing Pemda adalah upaya untuk memperluas akses masyarakat terhadap pendidikan. Hal serupa dilakukan pula sebagai awal kerja dari Kabinet Kerja Jokowi-JK di bidang pendidikan dengan peluncuran Kartu Indonesia Pintar (KIP). Semua langkah ini penting dan harus dilakukan, namun semua upaya yang disebutkan bukanlah substansi pendidikan. Hal seperti itu tidak perlu lagi menjadi komoditas politik. Jika masih menjadi komoditas politik, maka kinerja itu baru sebatas pencitraan yang bersifat periferal. Masalah mendasar terkait bantuan pendanaan adalah bagaimana dana yang diluncurkan itu menjadi daya ungkit untuk memperbaiki mutu pendidikan secara menyeluruh.
Esensi substansi pendidikan adalah mutu hasil dan proses pendidikan. Mutu hasil pendidikan bukanlah sebatas prestasi siswa yang diukur dengan tes atau perlombaan olimpiade dan jumlah kejuaraan yang dicapai sekolah. Esensi mutu hasil pendidikan terefleksikan dalam perilaku peserta didik sebagaimana terkandung dalam Tujuan Utuh Pendidikan Nasional (TUPN), sebagaimana diamanatkan oleh UU Sisdiknas. Arahan TUPN menyiratkan bahwa esensi substansi pendidikan adalah keutuhan karakter yang terintegrasi dengan kecakapan intelektual. Jika pendidikan selama ini dipandang tidak membentuk karakter peserta didik, itu berarti arahan TUPN tidak dimaknai dengan benar dan penyeleggaraan pendidikan tidak sesuai dengan arahan TUPN. Mutu hasil bergantung pada mutu proses. Mutu proses pendidikan terefleksikan dalam strategi upaya yang terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang mendidik (instruction that educate) sebagaimana arahan pasal 1 ayat 1 UU Sisdiknas.
Penyelenggaraan pendidikan pada saat ini banyak yang tidak sejalan dengan pemaknaan pedagogik secara utuh dan benar atas makna yang terkandung dalam arahan pasal ayat undang-undang. Kebijakan dan regulasi pendidikan yang harus dilaksanakan guru lebih merupakan instrumen birokrasi dan tidak menjadi instrumen profesi.
Kondisi yang digambarkan membuat guru hanya berperan sebagai “tukang ngajar’ dan tidak berperan sebagai pendidik. Guru tidak faham esensi tujuan pendidikan yang ada pada undang-undang Sisdiknas, sehingga proses pembelajaran yang dilaksanakanpun tidak secara sadar dikaitkan dengan pencapaian TUPN. Inilah yang menyebabkan proses pendidikan di Indonesia tidak menyentuh esensi substansi pendidikan yang sesungguhnya. Dengan menggaungkan gerakan mengajar, dianggap seolah-olah sudah memperbaiki mutu pendidikan.
Pemaknaan pedagogis atas arahan pasal ayat dalam UU Sisdiknas tidak dilakukan secara utuh dalam kerangka pikir ilmu pendidikan (pedagogik). Ilmu pendidikan tidak menjadi nilai moral bagi para guru, karena kebijakan dan regulasi yang digariskan memang tidak
menumbuhkan kekuatan moral semacam itu. Arahan Pasal 3 UU Sisdiknas, misalnya, menyiratkan pendidikan nasional berfungsi untuk membawa manusia Indonesia menjaga martabat bangsa, membangun kecerdasan sebagai kekuatan kolektif bangsa, dan mengembangkan potensi diri secara terdiversifikasi, sesuai dengan potensi masing-masing peserta didik. Amanat ini sudah lahir sebelas tahun yang lalu, namun diversifikasi program pendidikan berbasis potensi baru muncul dalam Kurikulum 2013 dalam kemasan peminatan. Ini sebuah bukti bahwa selama ini amanat undang-undang tidak dimaknai utuh secara pedagogis.
Indikator keberhasilan pendidikan terlampau banyak diukur oleh ketercapaian target kuantitatif dan daya serap anggaran, tapi tidak mengukur mutu proses yang membangun pengalaman belajar dan internalisasi nilai dan perilaku peserta didik. Audit di bidang pendidikan pun tidak menukik sampai pada mutu proses. Mengapa hal demikian itu terjadi? Karena penyelenggaraan pendidikan tidak pernah menggunakan ilmu pendidikan. Lain halnya dengan bidang ekonomi, kesehatan, dan keuangan dikelola dengan menggunakan ilmunya. Pendidikan dianggap sebagai sebuah layanan publik yang bisa dimenej oleh siapapun, tanpa harus menguasai ilmu khusus di bidang pendidikan.
Penyelenggaraan kelas akselerasi bagi anak berbakat yang pada akhirnya ditutup oleh pemerintah, sesungguhnya merupakan kabar baik bagi pedagogik (ilmu pendidikan). Pendidikan anak berbakat tidak perlu ekslusif, apalagi dieksploitasi untuk diperlombakan dan menjadi sebuah hobi bagi para penyelenggara pendidikan. Pendidikan anak berbakat janganlah tercerabut dari habitatnya. Akselerasi bukanlah ekslusi melainkan strategi pembelajaran yang membuat peserta didik mampu belajar lebih cepat tentang sesuatu.
Akselerasi semestinya diformat sebagai proses memfasilitasi anak berbakat untuk belajar ke jenjang yang lebih tinggi. Siswa SMA yang berbakat Matematika didorong belajar di universitas pada bidang matematika, dan jika dia nanti masuk Prodi Matematika maka sks yang sudah diperolehnya langsung diakui sebagai bagian dari penyelesaian studinya. Cara ini sesungguhnya lebih sesuai dengan amanat undang-undang Sisdiknas, yang menganut sistem terbuka dan berkesinambungan.
Jati diri dan otonomi guru. Guru pemegang peran kunci dalam upaya mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang mendidik yang relevan dengan pencapaian TUPN. Guru harus menyadari betul akan esensi dan nilai-nilai yang terkandung dalam TUPN dan mampu menterjemahkannya ke dalam proses pembelajaran. Untuk itu guru perlu memahami filsafat pendidikan, pemahaman peserta didik secara mendalam, strategi pembelajaran dan penguasaan bahan ajar, dan dengan mengedepankan nilai-nilai kasih sayang, kerja keras, kejujuran, tanggung jawab, dan menghargai keragaman. Hal yang digambarkan harus terinternalisasi dalam diri guru dan merupakan keutuhan jati diri guru. Jati diri guru merupakan spirit professional yang akan mengarahkan guru untuk selalu bekerja atas dasar kesadaran untuk membawa peserta didik dari kondisi apa adanya kepada kondisi bagaimana seharusnya, sebagaimana terkandung dalam jiwa TUPN.
Jati diri guru dibentuk melalui pendidikan professional guru di LPTK dan pembinaan guru di lapangan. Dua modus pengembangan dan penguatan jati diri guru ini harus bersinambung menjadi sebuah siklus kehidupan guru. Siklus kehidupan guru dimulai dari sejak rekrutmen dan seleksi mahasiswa calon guru sampai kepada memasuki masa pensiun. Keputusan politik pemerintah membagi Kemdikbud menjadi dua kementrian membawa dampak mendasar bagi pendidikan guru. Pemisahan Dikdasmen dan Dikti ke dalam kementrian yang berbeda bisa menimbulkan ketidak sinambungan siklus kehidupan guru, jelasnya pendidikan guru dengan pembinaan guru. Perlu ada langkah afirmasi dari Pemerintah untuk mengantisipasi munculnya masalah ini.
Adalah hal paradoks ketika jati diri dan otonomi guru menjadi spirit professional tetapi kultur kerja dan regulasi membuat guru menjadi sebatas “tukang ngajar”. Ada kebutuhan lapangan untuk mengubah kultur kerja pendidikan. Perubahan ini harus diawali dari perubahan kultur manajemen dan kepemimpinan yang mengedepankan kepemimpinan pedagogik (pedagogical leadership). Kepemimpinan pedagogik harus tumbuh sebagai mind set mulai dari Menteri sampai kepada guru di dalam kelas, dan menjadi garis komando nasional di dalam mengawal proses alih generasi dan membangun generasi bangsa masa depan.
Generasi masa depan adalah generasi global. Guru harus menyadari dan berwawassan akan peran baru pendidikan. Pendidikan harus membangun kesadaran kultural, jati diri kultural, dan menyiapkan peserta didik menjadi warga global yang mampu bersaing dengan daya kreasi dan inovasi yang berbasis kepada budaya lokal dan nasional. Saat ini adalah titik kritis dan sekaligus menjadi momentum yang tepat untuk menata pendidikan nasional secara menyeluruh. Jika tidak, pendidikan di Indonesia bisa semakin terpuruk.
Sudah saatnya Pemerintah mengurus pendidikan masuk ke dalam hal-hal yang lebih substantif dengan mengindahkan kaidah-kaidah pedagogik dan tidak lagi mengedepankan muatan dan kepentingan poilitk. Kita mendidik, bukan hanya mengajar. Kita mengajar dengan mewujudkan pembelajaran yang mendidik. Saatnya sekarang bangsa Indonesia membangun politik pendidikan yang bermartabat.
Dalam konteks inilah peran LPTK sebagai penghasil guru dan Asosiasi Profesi Pendidikan menjadi amat penting. Mengingat pentingnya peran Asosiasi perlu dilakukan penataan dan penguatan kembali peran Asosiasi dalam berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan guru ke depan. Untuk itulah Munas VII ISPI sekaligus seminar nasional pendidikan dengan tema “Reorientasi Pendidikan Nasional dan Pendidikan Guru Masa Depan” ini menjadi amat strategis untuk menghasilkan rekomendasi penataan guru ke depan.
II. TUJUAN KEGIATAN
1) Memilih pengurus ISPI periode 2014-2019
2) Merumuskan konsep tentang pola kebijakan pendidikan masa depan
III. KEGIATAN
A. Nama Kegiatan :
1) Musyawarah Nasional Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (Munas ISPI) VII mengusung tema “Memberdayakan ISPI Menuju Pengembangan LPTK Bermutu dan Berkarakter” yang dijabarkan dalam sub tema sebagai berikut:
a) Membangun lembaga Asosiasi Profesi yang profesional dan bermartabat.
b) Reorientasi pendidikan nasional menuju sistem pendidikan nasional yang bermutu dan merata.
c) Reformasi pendidikan guru sebagai wahana mengembangkan LPTK bermutu dan berkarakter
2) Seminar Nasional Pendidikan mengusung tema “Reorientasi Pendidikan Nasional dan Pendidikan Guru Masa Depan” yang dijabarkan dalam sub tema sebagai berikut:
a) Peningkatan mutu pendidikan dan pemerataan pendidikan yang bermutu melalui pengembangan lembaga pendidikan, tenaga kependidikan yang efektif, efisien, berkeadilan, dan akuntabel serta penerapan konsep good goverment dalam manajemen pendidikan.
b) Peningkatan peran Asosiasi Profesi berbasis standar nasional pendidikan tinggi dan standar nasional pendidikan Guru.
c) Mengembangkan lembaga pendidikan, tenaga kependidikan masa depan yang bermutu dan berkarakter di era milenium.
B. Bentuk Kegiatan :
1) Musyawarah Nasional Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (Munas ISPI VII).
2) Seminar Nasional Pendidikan dalam rangka Dies Natalis ke-50 Unesa
Narasumber:
a) Keynote Speaker: Menteri Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah (Prof. Dr. Anies Baswedan)
b) Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata (Ketua Umum PP ISPI )
c) Prof. Dr. Annah Suhaenah Soeparno (Dewan Pembina ISPI Pusat)
d) Ir. H. Kadir Baradja (Praktisi Pendidikan)
e) Prof. Dr. Muchlas Samani, M.Pd (Dewan Pembina ISPI Jatim)
f) Prof. Dr. Warsono, MS (Rektor UNESA)
g) Prof. Dr. Djaali (Rektor UNJ)
IV. PENYELENGGARA
Munas ISPI VII dan Seminar Nasional Pendidikan diselenggarakan oleh ISPI Jawa Timur, bekerja sama dengan Universitas Negeri Surabaya, Universitas Negeri Malang dan Universitas PGRI Adi Buana (UNIPA) Surabaya.
Kampus Unesa Lidah Wetan Surabaya
SEKRETARIAT PANITIA:
Ruang Guru Besar Fakultas Ilmu Pendidikan Kampus Lidah Wetan Unesa Surabaya 60213
Contact Person:
1. Dr. Tamsil Muis, M.Pd (Hp. 081 703 679 988 / Email: tamsilmuis@gmail.com)
2. Dr. Djoko A.W (Hp. 081 23242 523 / Email: adiwalujo@gmail.com )
3. Drs. Widodo, ST.,M.Kom (Hp. 081 850 7080 / Email: widodo.adibuana@gmail.com)
4. Dr. Ketut Atmaja, M.Kes (Hp. 081 518 662 29/ Email: atmaja60@yahoo.com)
5. Dra. Retno Tri Hariastuti, M.Pd., Kons. (Hp. 0857450 144 11/ Email: teetoet@yahoo.com)
6. Ervin Nurul Affrida, S.Pd (Hp. 085 648 488 588 / Email: ervinaffrida@gmail.com)
V. SASARAN KEGIATAN
Komposisi peserta antara lain:
1. Pengurus ISPI Pusat
2. Pengurus ISPI Daerah Provinsi
3. Pengurus ISPI Cabang Kabupaten/Kota se-Indonesia
4. Dosen LPTK
5. Pengawas
6. Kepala Sekolah dan Guru
7. Pemerhati pendidikan
8. Mahasiswa (S1/S2/S3)
VI. PELAKSANAAN
Hari/Tanggal : Jumat-Minggu / 5-7 Desember 2014.
Waktu : Pukul 14.00 WIB.
Tempat : Hotel Utami, Jl. Ir. H. Juanda, Sidoarjo (2 km dari Bandara Juanda Sidoarjo).
VII. SKENARIO UMUM
1. Munas
a) Pendaftaran peserta Munas sesuai surat undangan dan atau surat mandat.
b) Pembukaan Munas VII ISPI dan Seminar Nasional Pendidikan oleh Mendikbud Dasar dan Menengah RI.
c) Sidang pleno pengesahan tata tertib Munas VII ISPI.
d) Laporan pertanggungjawaban pengurus pusat periode (2009-2013).
e) Pembahasan dan pengesahan laporan pertanggungjawaban pengurus ISPI pusat periode (2009-2013).
f) Pemilihan pengurus ISPI Pusat periode (2014-2019) secara Formatur (sesuai AD/ART ISPI).
g) Pelantikan pengurus pusat periode (2014-2019) oleh Dewan Pembina ISPI.
h) Penutupan.
2. Seminar Nasional Pendidikan
a) Pendaftaran peserta seminar nasional pendidikan (semua peserta Munas VII ISPI dan peserta umum).
b) Pembukaan Munas VII ISPI dan seminar nasional pendidikan .
c) Sesi pleno ke-1:
Keynote speaker : Menteri Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah:
Prof. Dr. Anies Baswedan.
d) Sesi pleno ke-2:
Diskusi panel (6 pembicara utama)
1) Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata (Ketua Umum PP ISPI Pusat).
2) Prof. Dr. Annah Suhaenah Soeparno (Dewan Pembina ISPI Pusat).
3) Ir. H. Kadir Baradja (Praktisi Pendidikan).
4) Prof. Dr. Muchlas Samani, M.Pd (Dewan Pembina ISPI Jatim).
5) Prof. Dr. Warsono, MS (Rektor UNESA).
6) Prof. Dr. Djaali (Rektor UNJ).
VIII. BIAYA KEIKUTSERTAAN
1. Biaya keikutsertaan peserta menginap hotel Rp. 1.750.000,00
2. Biaya keikutsertaan tanpa menginap Rp. 1.000.000,00
3. Biaya keikutsertaan khusus mahasiswa Rp. 750.000,00
Pembayaran dapat di transfer melalui rekening BNI No: 0054468817 a.n. Retno Tri Hariastuti
Tulisan lain yang berkaitan:





Salam untuk saudara-saudaraku di ISPI … ikut bersyukur ISPI bisa mengadakan acara yang bermanfaat bagi bangsa dan negara !! Saya berharap ISPI bisa menjadi wadah untuk mengembangkan guru/sarjana pendidikan berkarakter mulia di hadapan Allah SWT. Selain itu, mudah-mudahan ISPI menjadi organisasi yang bisa mewujudkan visi dan misinya di masa yang akan datang, tidak ditunggangi oleh kepentingan “lain”. Good luck …
[Reply]
Pengurus ISPI Cabang Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun mengucapkan Selamat dan Sukses atas terselenggaranya Munas ISPI ke VII. Semoga Pengurus terpilih dapat membawa perubahan dan melakukan terobosan untuk kemajuan pendidikan di Indonesia melalui karya nyata melalui organisasi Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) yang tersebar di seluruh Indonesia. Salam dari ISPI Cabang Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun. Ketua: Marolop Panjaitan, S.Pd, M.Pd. Sekretaris : Rudiarman Purba, S.Pd, M.Pd
[Reply]