Integritas Pendidikan
Thursday, 21 May 2015 (21:36) | 367 views | Print this Article
Oleh : Prof. Suyanto, Ph.D
Mantan Dirjen Dikdas Kemdikbud, Mantan Rektor UNY

Suyanto
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan baru saja mengeluarkan indeks integritas pendidikan.Hasilnya kalau kita ambil sampai peringkat ke tujuh secara nasional adalah: (1) Daerah IstimewaYogyakarta; (2) Bangka Belitung; (3) Kalimantan Utara; (4) Bengkulu: (5)Kepulauan Riu; (6) Gorontalo; dan (7)Nusa Tenggara Timur. (Kedaulatan Rakyat 17 Mei 2015). Indeks ini baru mencakupaspek pendidikan yang teramat terbatas, yaitu kejujuran para siswa SMA/SMKdalam mengerjakan Ujian Nasioanal 2015 lalu. Masih banyak hal lain perludilihat integritas layanan dan/atau proses pendidikan di negeri ini sepertibagaiamana akuntabilitas pembelajaran di kelas, tata kelola sekolah, kebersihanlingkungan sekolah, interaksi sosial sesama peserta didik, pengelolaan sumberdaya sekolah, dan sebagainya. Meskipun baru aspek kecil dan hanya terbatas pada integritas UN SMA/SMK dan sekolah lainyang sederajad, pengumuman tingkat kejujuran pelaksanaan UN di tingkat sekolah inisudah merupakan terobosan penting bagi pintu masuk untuk menegakkan integritaseko sistem pendidikan yang selalu digagas, diangan-angankan, dan akandilaksanakan oleh Mendikbud Anies Baswedan. Patut kita apresisasi dan dukung terobosanini.
Sebenarnya melihat kejujuran sekolah dalam menyelenggarakan UN tidaklah rumit. Cukupmenganalisis pola jawaban yang terjadi di sekolah yang bersangkutan. Aspekpenting yang perlu dilihat ialah pola jawaban yang salah. Jika dalam sebuah sekolahpola jawaban yang salah 90% berpola sama, maka jelas terjadi ketidakjujuransecara sistematik di sekolah itu. Secara teoritik kalau tidak terjadikecurangan, maka jawaban salah semua siswa akan terjadi secara acak. Tetapikalau jawaban salah mereka semua pada pilihan jawaban yang sama (sistematik,tidak acak) maka jelas ada gerakan yang mengarahkan untuk berbuat salah yangsama dengan harapan mereka mendapatkan jumlah jawaban yang benar secaramaksimal. Sederhana kan? Pertanyaan selanjutnya ialah, setelah ada indekintegritas UN, lalu mau diapakan sekolah yang tidak berintegritas? Kalaumenghukum mereka dengan formula pengurangan segala bentuk dana hibah swakelolatentu tidaklah mungkin karena yang tidak berintegritas jumlahnya jauh lebihbanyak dari yang berintegritas. Kalau mereka diberi sanksi berupa penghentianbantuan dari pusat, yang akan terjadi ialah semakin merosotnya layananpendidikan di Kabupatan/kota dan provinsi yang bersangkutan. Bantuan keungandari pusat untuk menyelenggarakan pendidikan di daerah-daerah masih merupakanskenario pembiayaan pendidikan yang amat penting bagi daerah. Jika karenaindeks integritas mereka rendah dalam menyelenggarakn UN, lalu bantuan keuangandihentikan, maka yang tak berintegritas itu malah akan masuk wilayah semakinmerosotnya kualitas.
Indeks integritas ini harus dimanfaatkan secara baik. Artinya, informasi itu harusbisa digunakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk melakukanedukasi kepada Sekolah dan pemerintah daerah. Bagi sekolah harus berani untukmelakukan revolusi mental dalam menyelenggarakan UN. Cara yang palingelegan untuk meningkatkan prestasi UNsiswa secara pedagogis harus ditempuh melalui perbaikan proses pembelajaran;bukan melalui rekayasa dan atau perjokian. Dalam proses pembelajaran sekolahharus memiliki rancang bangun kegiatan di kelas yang benar-benar memberdayakanpeserta didik agar mereka bisa menjadi insan yang jujur, kreatif, inovatif,bertanggung jawab, visioner, dan memiliki karakater – karaketer baik lainnyayang sejenis dengan itu semua.
Indeks integritas UN juga harus menjadi lessonlearned bagi pemerintah daerah. Pemerintahdaerah harus mengubah paradigma penyelenggaraan pendidikan. Kualitaspendidikan, keberhasilan bupati/walikota, tidaklah cukup tercermin daribanyaknya kelulusan para siswa di daerahnya. Tidak jarang para penguasa daerahmemberi tekanan kepada sekolah agar sekolahnya lulus 100% dalam UN. Kemauanseperti ini harus ditinggalkan karena akan berdampak negatif pada tingkatsekolah. Sekolah ketakutan jika terjadi ketidaklulusan dalam jumlah yangbanyak. Biarkan sekolah di daerah memiliki otonomi yang luas dalam melakukanproses pendidikan. Pemerintah daerah cukup memastikan bahwa sekolah bekerjaatas dasar Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan atau standar pelayanan minimal(SPM) yang sudah ada. Itulah tugas utama pemerintah daerah dalam menegakkanintegritas dan kualaitas pendidikan di daerahnya masing-masing. Semoga begitu.
Tulisan lain yang berkaitan: