Oleh Maswito (Guru SMK 1 Tanjungpinang dan Pengurus ISPI Pulau Bintan, Kepri)
PEMBANGUNAN pendidikan sebagai komponen integral dari pembangunan masyarakat, memberikan kontribusi yang sangat besar dalam mempersiapkan sumberdaya manusia masa mendatang. Oleh karena itu dalam melaksanakan pembangunan pendidikan diperlukan partisipasi semua pihak agar pembangunan itu dapat dilakukan secara konsisten, terarah dan berkesinambungan. Hal ini disebabkan dinamika dan prolematika yang dihadapi dunia pendidikan khususnya di Provinsi Kepri lebih rumit dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia.
Kendati Pemerintah Provinsi Kepri sudah menetapkan sektor pendidikan sebagai prioritas utama dalam pembangunan, namun sampai saat ini pendidikan masih menyisakan berbagai persoalan yang cukup rumit. Dan persoalan tersebut menuntut penyelesaian secara cepat dan tepat sasaran agar pembangunan pendidikan di daerah ini hasilnya bisa sejajar dengan provinsi lainnya di Indonesia. Jika memungkinkan selangkah lebih maju ke depan sebagaimana keinginan Gubernur Kepri Ismeth Abdullah dan juga keinginan seluruh elemen masyarakat di Kepri yang cinta pendidikan.
Untuk mengatasi persoalan yang rumit diperlukan sentuhan profesionalisme dan keseriusan dari para pelaku, pengelola dan pelaksana pendidikan di provinsi ini. Dalam hal ini pihak eksekutif selaku pelaksana dan legislatif selaku pengawas pembangunan harus bekerjasama bahu membahu untuk mewujudkan pembangunan pendidikan yang realistis, terukur, penting serta mengacu dan bersinergi. Jika upaya ini tidak dilakukan, diyakini akan terjadi “malapetaka” dalam perkembangan sektor pendidikan itu sendiri.
Anggaran 20 persen yang dialokasikan untuk pendidikan setiap tahunnya oleh Pemerintah Provinsi Kepri sesuai dengan amanat UUD 1945 dan UU Nomor 20 tahun 2002 tentang Sisdiknas akan mubazir dan terbuang sia-sia, jika pelaku, pengelola, dan pelaksana pendidikan itu sendiri tidak punya keseriusan dalam mengurus pendidikan ini.
Menurut hemat penulis, setidaknya ada tiga persoalan mendasar yang dihadapi dunia pendidikan di Provinsi Kepri saat ini. Pertama, kurangnya sarana pendidikan seperti ruang kelas belajar baru dan unit sekolah baru. Kedua, kurangnya sumberdaya manusia (guru) yang memenuhi persyaratan kualifikasi akademik yang berlatar belakang pendidikan sebagaimana diamanatkan UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Ketiga, soal pengangkatan guru baru untuk memenuhi kekurangan guru yang terjadi selama ini di Kepri.
Sarana Pendidikan
Kekurangan sarana pendidikan seperti ruang kelas belajar selalu menjadi problem tahunan yang menyesakan dada pemerintah dan orang tua dalam setiap penerimaan siswa baru. Di Batam misalnya, menurut Kapala Dinas Pendidikan Kota Batam, Drs. Muslim Bidin di harian ini edisi 28 April 2009 tahun ini ada 6.956 siswa yang akan tamat SMP, baik negeri maupun swasta. Sementara daya tampung untuk SMA dan SMK hanya untuk 4.222 siswa. Artinya, akan ada 2.734 siswa lulusan SMP yang terancam tak tertampung di SMA/SMK di kota tersebut.
Lulusan SD yang akan melanjutkan ke SMP di Kota Batam mencapai 9.000 lebih, sementara daya tampung di SMP hanya untuk 6.956 siswa. Artinya ada selisih sekitar 2000 lebih lulusan SD yang terancam tidak bisa ditampung di SMP. Itu baru di Batam. Kedepan, kasus serupa juga tidak tertutup kemungkinan terjadi di kabupaten dan kota lainnya di provinsi ini mengingat perkembangan provinsi ini semakin pesat dan banyaknya pendatang yang masuk setiap tahunnya.
Upaya yang dilakukan tahun ini oleh Pemko Batam dengan melakukan sistem belajar double shift (belajar pagi dan sore) karena tidak ada pembukaan ruang kelas baru di SMA untuk jangka pendek memang upaya yang tepat. Tapi untuk jangka panjang perlu dipikirkan upaya lain agar persoalan ini tidak lagi menjadi problem ke depannya. Sebab, jumlah siswa yang lulus SD maupun SMP setiap tahunnya bukannya bekurang malah cenderung meningkat.
Untuk mengatasi persoalan ini Pemerintah Provinsi Kepri harus menjadikan perbaikan sarana seperti penambahan ruang kelas belajar dan unit sekolah baru sebagai prioritas utama yang harus dijalankan karena sangat jelas waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaiannya. Jumlah dana yang dibutuhkan juga dapat dihitung. Ini bukan berarti saat program ini dilaksanakan program yang lain ditinggalkan. Prinsipnya pada saat yang sama semuanya dilaksanakan, hanya ada urutan penyelesaian yang harus dilakukan terlebih dahulu sebagai acuan dalam melakukan pembangunan pendidikan di Kepri.
Artinya, perbaikan dan penambahan sarana pendidikan sangat dibutuhkan untuk menampung jumlah siswa yang ingin belajar yang cendrung semakin meningkat setiap tahun akibat tinggginya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi anak usia sekolah. Jika upaya perbaikan dan penambahan ruang kelas baru dan unit sekolah baru tidak segera dilakukan akan menjadi problem klasik dalam penerimaan siswa baru setiap tahunnya di Provinsi Kepri.
Sumberdaya guru
Menurut mantan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kepri, Drs. Abdul Malik, M.Pd., di salah satu harian terbitan Batam, 3 April 2008, jumlah guru yang memiliki kualifikasi akademik sarjana pendidikan (S1/D4, red) di Kepri ternyata baru 4.205 atau 29,2 persen dari 14.410 jumlah guru yang ada. Sedangkan guru yang bukan sarjana pendidikan atau tidak memenuhi persyaratan sesuai latar belakang pendidikan sebanyak 10.205 atau 70,8 persen.
Kekurangan guru berlatar belakang kualifikasi akademik sarjana pendidikan yang jumlahnya sebanyak itu tentu sangat dilematis serta mempengaruhi mutu dan kualitas pendidikan di Kepri. Kalau ukuran yang dipakai adalah jumlah guru yang memenuhi persyaratan latar belakang pendidikan yang jumlah kekurangannya sangat banyak, tidaklah salah untuk sementara dapat diduga bahwa mutu dan kualitas pendidikan di Kepri saat ini masih jauh dari harapan. Untuk mengatasi kekurangan guru sebanyak itu harus dijawab dalam bentuk program kerja yang nyata, walaupun disadari kekurangan tersebut merupakan “warisan” yang ditinggalkan Pemerintah Provinsi Riau.
Jika tidak dicari program yang pas untuk mengatasi hal tersebut, maka tidak tertutup kemungkinan pertambahan kekurangan guru yang memenuhi persyaratan latar belakang pendidikan semakin banyak di Kepri. Penyebabnya di satu sisi bertambahnya guru yang pensiun dan bertambahnya kebutuhan akan tenaga guru akibat berdirinya sekolah-sekolah baru, di sisi lain pengangkatan guru baru juga sangat terbatas setiap tahunnya.
Penulis sependapat dengan Drs. Abdul Malik, M.Pd, yang melihat kebijakan meningkatkan pendidikan guru ke jenjang S1/D4 jauh lebih penting daripada menyekolahkan guru ke jenjang yang lebih tinggi seperti strata dua dan strata tiga. Pasalnya, hal itu tak dipersyaratkan oleh Undang Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dengan demikian, dana untuk peningkatan pendidikan guru dapat lebih difokuskan pada pencapaian kualifikasi akademik yang harus dimiliki oleh para guru.
Guru Baru
Sebenarnya, banyak faktor yang mempengaruhi pengangkatan guru baru yang berlatar belakang sarjana pendidikan di Kepri. Di samping anggaran yang tersedia terbatas, juga sulitnya mendapatkan sarjana pendidikan di daerah ini. Kalaupun ada, yang mau diangkat jadi guru, hambatannya adalah mereka tidak mau di tempatkan jadi guru di pulau-pulau terpencil yang jauh dari keramaian dan sulit dijangkau di daerah ini.
Pada waktu deklarasi Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia Pulau Bintan, Kepri, Sabtu, 24 Februari 2007 di Asrama Haji Tanjungpinang, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau, Drs. Ibnu Maja, M.Pd, memaparkan program pembangunan pendidikan di Kepulauan Riau. Menurutnya, program pengadaan guru ada di Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Inilah yang menjadi problem, karena BKD tidak pernah memaparkan soal kekurangan guru ini. Kendati demikian kita berharap sudah seharusnya Dinas Pendidikan sebagai ujung tombak pengelola pendidikan memaparkan program pengadaan guru agar diketahui oleh masyarakat banyak.
Ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh dari pemaparan untuk memenuhi kebutuhan akan kekurangan guru ini. Yakni, pertama, supaya masyarakat memahami bahwa pemerintah daerah mempunyai kesungguhan untuk memenuhi kekurangan kebutuhan guru. Kedua, dapat dijadikan bahan informasi oleh masyarakat untuk mengajak para sarjana pendidikan yang berada di luar daerah Kepri untuk mau mengabdi di daerah ini. Ketiga, masyarakat yang peduli dengan pendidikan dapat menyampaikan ide dalam rangka memberi jalan keluar.
Untuk mengatasi akan kekurangan guru ke depan Pemerintah Provinsi Kepri mungkin perlu menempuh langkah-langkah berikut ini. Langkah yang di maksud adalah, pertama, anggaran untuk kebutuhan pengangkatan guru harus menjadi skala prioritas. Kedua, harus mampu menyusun target berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi kekurangan yang ada sekarang. Ketiga, dalam program juga harus dapat terlihat program pengangkatan guru yang berlatar belakang pendidikan untuk memenuhi kekurangan guru yang memenuhi persyaratan.
Keempat, suka atau tidak suka, kita harus menghargai setiap individu guru yang telah menyumbangkan tenaga dan pikiran menjadi guru, walaupun belum memenuhi syarat pendidikan. Kelima, untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek perlu dipikirkan juga pengangkatan guru honor yang memenuhi persyaratan pendidikan. Keenam, perlu dipikirkan program penerimaan guru sukarela yang memenuhi persyaratan pendidikan dengan ketentuan setelah mengabdi beberapa tahun akan menjadi prioritas dalam pengangkatan tenaga guru di Provinsi Kepri.
Saat ini untuk mendapatkan tenaga-tenaga guru yang berlatar belakang sarjana pendidikan di wilayah Kepri sangat susah. Karena itu jalan keluarnya harus dicari. Misalnya, membuka seleksi penerimaaan guru di daerah-daerah yang ada lembaga pendidikan tinggi kependidikan/keguruan seperti di Pekanbaru (Riau), Padang (Sumatera Barat), Medan (Sumatera Utara), dan daerah lainnya. Jika perlu sampai ke Pulau Jawa sana. Yang lulus seleksi wajib membuat pernyataan untuk bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Kepri termasuk di daerah terpencil atau daeah katagori khusus sekalipun.
Penulis berkeyakinan apabila ketiga proritas ini tuntas dilaksanakan, Provinsi Kepri memiliki peluang untuk menjadi daerah pengembangan sektor pendidikan. Pasalnya, provinsi ini diuntungkan oleh posisi dan letak geografisnya yang berbatasan langsung dengan negara jiran Singapura dan Malaysia. Bila pemerintah daerah mampu “menyulap” segala hambatan geografis yang menjadi problem selama ini menjadi suatu tantangan yang hendak dicapai, bukan mustahil Kepri bisa menjadi pilot project bagi pengembangan terdepan di Indonesia pada masa mendatang.
Visi Dinas Pensdidikan Provinsi Kepri yakni “mewujudkan sumber daya manusia yang tangguh pada ilmu pengetahuan dan teknologi, teguh pada iman dan takwa, berjiwa mandiri, kompetitif dan berakhlak mulia” juga bakal akan tercapai. Jadi kata kunci untuk mengelola pendidikan adalah keseriusan. Artinya para pelaku, pengelola dan pelaksana pendidikan di provinsi ini harus memandang pendidikan di daerah ini dengan segala persoalannya secara utuh – bukan setengah-tengah seperti yang terjadi selama ini.**
Comments 118